Filosofi Sumur dan Ritual Khusus Mencari Sumber Air

Filosofi Sumur dan Ritual Khusus Mencari Sumber Air

Bekasi, KPonline – Taukah kamu? Secara teknis, sumur adalah tanah yang digali hingga kedalaman mencapai puluhan meter untuk mencari sumber air. Apa ada filosofi sumur? tentu ada. Begini cerita Simbah kepada tim media Perdjoeangan pada Rabu (6/1/2021) di Asri Pratama, Sukadami Cikarang Selatan.

Menurutnya kini sumur-sumur tua hanya dijadikan cagar budaya dan dilestarikan, seperti halnya di daerah Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Jawa tengah. Diceritakan zaman dahulu waktu simbah (kakek) akan membuat sumur ada ritual yang tidak masuk akal mungkin jaman sekarang.

Ritualnya begini, simbah (kakek) mendorong/menggelindingkan tampah (tambir) seperti roda motor, dimana nanti tampah (tambir) yang digelindingkan tadi jatuh maka disitu akan digali sumur. Kenapa harus menggelindingkan tambir, apa maksudnya?

Menurutnya, sebagai pertanda tempat jatuhnya tampah (tambir) tersebut adalah lokasi atau tempat yang banyak mengandung air atau mata air yang katanya tidak akan pernah habis (asat).

Seterusnya menurut simbah diceritakan, air itu adalah sumber kehidupan untuk semua makhluk, termasuk manusia, hewan dan tanaman. Selain itu menurut simbah sumur digunakan bersama-sama/bareng-bareng tidak hanya sendiri-sendiri.

Maka zaman dahulu lokasi sumur pasti sangat strategis, misal di tengah kampung, kebon yang semua orang bisa menjangkau. Sehingga sumur bisa mewujudkan sifat kegotong-royongan yang baik bagi masyarakat.

Selain itu ada juga sumur yang ada di belakang rumah sebelah kiri dekat kamar mandi juga dekat dengan dapur, maksudnya apa bila terjadi kebakaran di dapur air untuk menyiram dekat, makanya sumur dekat dengan dapur.

Air merupakan salah satu unsur alam yang sangat penting bagi kehidupan, jika sumur memiliki banyak air dan tidak ada habis-habisnya bisa diartikan warga sekitar rejekinya pasti lancar, maka tidak heran jika zaman dahulu pada hari-hari tertentu diberi sesajen agar berkah.

Makanya orang jaman dahulu tidak ada yang berani menutup (ngurug) sumur walaupun sumur sudah tidak keluar air (mati), karena dipercaya menutup seperti menutup rejekinya sendiri.

Di era digital seperti sekarang ini tentu sudah berubah, keadaan seperti jaman simbah (kakek) dahulu sudah tidak ada, karena tempat luas sudah jarang, bikin rumah saja tanahnya pas-pasan, apalagi model perumahan, rumahnya saja satu tembok berdua dengan tetangga sebelah (berdempetan), maka tentunya mengikuti perkembangan jaman, seperti halnya membuat sumur tidak lagi dengan menggali tanah, cukup di bor/pantek yang tentu sangat praktis dan tidak butuh lahan luas.

Kewajiban kita sekarang hanya memelihara atau melestarikan sumur-sumur tua peninggalan jaman dahulu agar sumber daya alam khususnya air dapat terjaga dengan baik. (Yanto)