Medan, KPonline – Sebagai langkah mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Kesadaran Budaya Beretika nomor SE/2/II/2021 tanggal 19 Februari 2021
Di dalam Edaran tersebut, Kapolri mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital
Penegakan hukum yang berkeadilan, tentu mengharuskan Polri senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta menjamin ruang digital Indonesia tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif
Namun illustrasi fakta yang sedang menimpa aktivis anti korupsi Ahmad Faisal Nasution (foto), Ketua LSM Forum Rakyat Sumatera Utara (Forsu) seputar fenomena “Nasi Bungkus” di lingkungan Kejatisu sepertinya berbeda. Hingga menimbulkan keyakinan dirinya (Faisal Nasution, red) untuk memohon perlindungan hukum kepada Presiden RI Ir. Joko Widodo, Kapolri, Jaksa Agung RI, Mahkamah Agung RI, Menkumham, beserta sejumlah pihak berkompeten lainnya di negeri ini
Dimana menurut pandangan Forum Komunikasi Lembaga Swadaya Masyarakat Bersatu (FORKOM LSM BERSATU) melalui salah seorang unsur Presidium Agus Edi Syahputra Harahap, yang berasal dan sekaligus menjabat Ketua DPP LSM Sidik Perkara Sumatera Utara, Kamis sore (25/2)
Kasus dugaan pelanggaran Pasal 27 UU ITE tentang Pencemaran Nama Baik yang dikenakan melalui akun facebook “Bob Faisal Forsu”, milik Ketua LSM Forsu Ahmad Faisal Nasution. Dimana selain tudingan kriminalisasi terhadap Ahmad Faisal Nasution, hal tersebut dapat juga dikategori sebagai bentuk dugaan konspirasi dan pelemahan fungsi sosial kontrol
Forkom LSM Bersatu berharap pihak penegak hukum dapat meninjau kembali perlakuan hukum yang diberikan kepada Ahmad Faisal Nasution sesuai ketentuan dan atau disesuaikan dengan Surat Edaran Kapolri nomor SE/2/II/2021 yang menyebutkan agar Penyidik Polri mempedomani beberapa hal, diantaranya seperti dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil
Kemudian sejak menerima laporan, penyidik diminta berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan), memfasilitasi dan memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi. Terhadap para pihak yang akan mengambil langkah damai agar menjadi prioritas penyidik melaksanakan metode restorative justice (pendekatan), terkecuali perkara yang berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, juga separatisme
Selanjutnya korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan tapi tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan, sebelum berkas diajukan ke JPU kepada para pihak agar diberikan ruang untuk mediasi kembali. Demikian Agus Edi Syahputra Harahap, unsur Presidium Forkom LSM Bersatu Sumatera Utara Indonesia.