Tuban, Kp.Online – Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kabupaten Tuban, Duraji, meminta Menteri Tenaga Kerja untuk lebih bijak dalam merumuskan aturan tentang Tunjangan Hari Raya (THR) tahun ini.
Mengingat tahun lalu , munculnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dimana pemerintah memberikan keleluasaan kepada pengusaha melakukan pembayaran THR secara bertahap.
Menurut Duraji, Berdasarkan pengalaman tahun lalu, SE tersebut ternyata banyak disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan “Nakal” khususnya yang ada di Tuban, untuk merencanakan pembayaran THR dengan cara dicicil, meskipun usahanya tidak terdampak, akibatnya kasus pelanggaran terkait THR mengalami kenaikan yang signifikan.
“Alasanya hampir sama, sebagian besar mengaku perusahaanya tidak mampu survive, lantaran di sejumlah daerah waktu itu terjadi Pemberlakuan Sosial Berskala Besar (PSBB)”, ungkap Duraji saat ditemui di Sekretariat FSPMI Tuban yang berada di Desa Temandang, Kecamatan Merakurak, Selasa (23/3/2021).
Namun Ia menilai bahwa yang disampaikan perusahaan hanya akal-akalan saja agar bisa membayar THR dengan dicicil.
“Saat itu, total ada 7 kasus yang di advokasi FSPMI,semuanya terselesaikan dengan hasil kemenangan, karena mereka (red. Pengusaha) tidak dapat menunjukan bukti sebagaimana syarat yang disebutkan dalam Surat Edaran”, jelas Duraji.
Menjelang pelaksanaan pembayaran tahun ini, Duraji berharap, Menaker juga bisa mendengar masukan dari kalangan buruh, yang menginginkan THR dibayar penuh.
Adanya stimulus ekonomi diantaranya, keringanan pajak, dan juga tidak naiknya Upah Minimum diberbagai daerah, Duraji menilai, pemerintah sudah cukup mengakomodir kepentingan pengusaha.
“Perusahaan telah banyak mendapat kelonggaran, UMK yang tidak mengalami kenaikan dibeberapa Kabupaten, termasuk di Tuban, pastinya mengecewakan bagi kaum buruh, jadi kali ini, giliran aspirasi buruh yang harus diperhatikan, jangan lagi ada istilah THR dicicil”, tegasnya.
Apalagi, tutur Duraji, dalam situasi sulit seperti sekarang, buruh harus merogoh kocek lebih demi untuk memenuhi kebutuhan Protokol Kesehatan (Prokes), “Memasuki bulan puasa dan lebaran, biasanya harga kebutuhan pokok melonjak, bahkan buruh terpaksa harus menyisihkan penghasilan untuk membeli masker dan alat kesehatan lain, dimana tidak tercantum dalam Kebutuhan Hidup Layak (KHL)”.
Sebelumnya, Dikutip dari CNNINDONESIA.COM, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah, dalam rapat bersama komisi IX, Selasa (16/3/2021), Mengatakan, telah menyusun Kebijakan Pengupahan pada masa pemulihan ekonomi akibat Covid-19, salah satunya kebijakan tentang THR tahun 2021. Pihaknya berencana menyempurnakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan.
Menanggapi rencana tersebut, Duraji khawatir, akan terjadi perubahan aturan yang sifatnya merugikan buruh.
“Permenaker 6 tahun 2016 sebenarnya sudah sangat baik, mekanisme perhitungan serta pembayaran THR cukup jelas, hanya saja pelaksanaanya menjadi berantakan disaat muncul aturan lain, padahal tidak sinkron dan terkesan dipaksakan, yang justru malah menjadi polemik”, tandasnya. (Ibnul Qoiyim/Tuban)