Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) merupakan salah satu episode paling kelam dalam sejarah Indonesia. Meskipun telah berlalu puluhan tahun, dampaknya masih dirasakan, terutama oleh generasi muda yang mewarisi trauma kolektif dan mis konsepsi sejarah.
Salah satu dampak terbesar dari peristiwa ini adalah munculnya polarisasi dalam masyarakat. Narasi yang bertentangan terkait G30S/PKI telah dipolitisasi selama bertahun-tahun, menyebabkan kebingungan di kalangan generasi muda yang menerima informasi yang simpang siur. Salah satu mis konsepsi yang umum adalah anggapan bahwa seluruh anggota PKI bertanggung jawab atas peristiwa pembunuhan para jenderal, padahal kejadian tersebut melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan yang kompleks. Stigma negatif terhadap kelompok tertentu kemudian berkembang, memperkuat polarisasi dan menghambat rekonsiliasi nasional.
Trauma kolektif yang ditinggalkan oleh peristiwa G30S/PKI juga masih membayangi masyarakat Indonesia. Pembunuhan massal, penangkapan, dan penyiksaan yang terjadi saat itu menciptakan rasa takut dan ketidakpercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Trauma ini mempengaruhi hubungan sosial dan perkembangan emosional generasi muda, yang sering kali sulit untuk sepenuhnya terlepas dari bayang-bayang masa lalu.
Salah satu faktor yang memperburuk dampak ini adalah kurangnya pendidikan sejarah yang kritis dan komprehensif. Di sekolah, materi tentang G30S/PKI seringkali disajikan secara sepihak, membuat generasi muda kesulitan mendapatkan pemahaman yang utuh dan obyektif tentang peristiwa tersebut. Kurangnya analisis mendalam dan kritis dalam pendidikan sejarah mengakibatkan generasi muda tidak memiliki kapasitas untuk menilai peristiwa ini secara kontekstual.
Peristiwa G30S/PKI memiliki relevansi yang tinggi dengan isu-isu kontemporer seperti radikalisme, intoleransi, dan penyebaran hoaks. Pelajaran penting yang dapat dipetik adalah betapa perlunya menjaga toleransi, menghargai perbedaan, dan melawan radikalisme dalam segala bentuknya. Untuk mengatasi dampak negatif dari peristiwa ini, berbagai upaya perlu dilakukan.
Beberapa langkah strategis yang bisa diambil antara lain:
Pendidikan sejarah yang kritis dan komprehensif: Sekolah dan perguruan tinggi perlu menyediakan pendidikan sejarah yang obyektif, dengan menyajikan materi tentang G30S/PKI secara kontekstual dan terkait dengan isu-isu masa kini. Hal ini akan membantu generasi muda memiliki pemahaman yang lebih utuh.
Membangun dialog dan diskusi: Masyarakat harus didorong untuk melakukan dialog terbuka dan diskusi mengenai G30S/PKI, guna mengurangi polarisasi dan membangun pemahaman bersama.
Rekonsiliasi nasional: Pemerintah dan masyarakat sipil perlu bekerja sama dalam upaya rekonsiliasi nasional, yang membutuhkan waktu panjang dan melibatkan banyak pihak untuk menyembuhkan luka lama.
Pengembangan literasi digital: Generasi muda harus dilatih untuk berpikir kritis dan mampu memilah informasi yang valid dari berita palsu atau hoaks, agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang salah.
Peristiwa G30S/PKI meninggalkan warisan yang kompleks dan masih relevan hingga kini. Dampaknya terhadap generasi muda meliputi mis konsepsi sejarah dan trauma kolektif. Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak agar generasi mendatang bisa membangun masa depan yang lebih baik, penuh dengan toleransi, keadilan, dan rekonsiliasi.