Gagal Move On

Gagal Move On

Bekasi, KPonline – Seminggu telah berlalu, pasca Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Media Perdjoeangan FSPMI tahun 2017.

Rakernas itu sendiri dilaksanakan 2 hari, pada tanggal 9-10 Desember 2017. Namun jejak kenangannya tak kan pernah bisa dilupakan oleh semua peserta. Istilah jaman now; gagal move on.

Aku sendiri mengalaminya. Sungguh.

Sebelumnya aku terkejut ketika menerima undangan. Rakernas kali ini bertempat di kantor DPP FSPMI dan ini adalah pertama kalinya yang aku ikuti. Aku senang sekaligus bangga, bisa berjumpa dengan para punggawa Media Perdjoengan FSPMI utusan berbagai daerah.

Biasanya kami bertegur sapa melalui media sosial saja. Namun hari itu kami semua bisa bertatap muka secara langsung. Mulai dari Sumatera Utara, Batam, Tangerang, Jakarta, Karawang, Subang, Purwakarta, Semarang dan Jawa Timur.

Saat itu ada perwakilan dari 16 daerah yang hadir. Begitu banyaknya daerah, hingga membuatku tidak hafal satu persatu.

Aku sendiri dari Bekasi. Selain aku, ada 3 orang lagi perwakilan dari Bekasi.

Suasana Rakernas sangat menyenangkan. Rapat diselingi dengan gelak tawa. Kehadiran cak Anam (Khoirul Anam/Sidoarjo) membuat suasana Rakernas begitu asyik.

Sore itu semua peserta di ajak panitia jalan jalan ke kawasan kota tua Jakarta. Bukan jalan-jalan sebenarnya yang kami lakukan waktu itu, akan tetapi kita di bagi 3 kelompok untuk berdiskusi bagaimana mengembangkan pilar yang kita cintai ini.

Aku sendiri masuk kelompok satu, di komandoi bro Afgan (panggilan akrab Agus Victory/Media Perdjoeangan Semarang). Selain bediskusi, tak lupa momen ini aku manfaatkan untuk foto-foto suasana malam di Ibu kota. Istilah peribahasa sambil menyelam minum air.

Dari kantor DPP FSPMI, kami dari kelompok satu mencarter angkot menuju stasiun Pasar Minggu. Selanjutnya kami semua naik KRL menuju stasiun Jakarta Kota.

Waktu menunjukan jam 08.30 malam. Sampai di kawasan kota tua, kondisi sangat ramai. Rupanya berbarengan dengan konser grup band Gigi.

Malam itu bertepatan dengan malam minggu, katanya malam yang dirindukan pasangan muda mudi.

“Ah, tidak juga,” kataku dalam hati. Buktinya tidak cuma muda mudi, yang tidak lagi muda pun juga banyak yang menikmati kota tua sebagia tujuan wisata.

Kami berdiskusi cukup lama. Hampir 2 jam. Sambil diskusi, sesekali tanganku menepuk menghalau nyamuk yang menyerang. Ternyata Ibu kota selain cuacanya panas, juga banyak nyamuk. Seharusnya istilah ibu kota lebih kejam dari ibu tiri di tambah lagi, Jakarta ibu kotanya para nyamuk.

Jam 11 malam diskusi selesai dan semua peserta kembali menuju stasiun Jakarta Kota. Dari stasiun Jakarta Kota kembali naik KRL.

Tiba di stasiun Pasar Minggu kami semua menunggu angkutan online. Mata ngantuk menggelayut di pelupuk mata ku. Maklum saja, sehari sebelum berangkat Rakernas, aku masuk kerja shf 2. Tidurpun hanya 2 jam. Sangat wajar jika badanku terasa lelah.

Aku ingin cepat sekali tiba di DPP FSPMI, ingin segera merebahkan badan. Namun angkutan online yang kami tunggu tak juga datang.

Oooaaahhhhhh, entah sudah berapa kali aku menguap. Rasa ngantuk aku tahan-tahan saja. Angkutan online tak juga datang, akhirnya dengan sigap panitia memutuskan menyewa bus metro mini yang terparkir di depan stasiun Pasar Minggu.

Memang tidak semua bisa duduk, ada yang sebagian berdiri. Suasana di dalam metro mini ramai sekali, rasa ngantuk yang aku alami menjadi hilang karena canda tawa mereka.

Apalagi cak Anam yang membuat semua peserta tidak berhenti tertawa. Naik metro mini merupakan pengalaman berharga bagiku, karena ternyata ini pertama kalinya juga dalam sejarah aku naik angkutan kota khas Jakarta yang semasa pemerintahan gubernur Ahok mau di hilangkan akibat banyak kasus menimpa.

Jam 1 malam kami pun tiba di DPP FSPMI. Aku langsung cuci muka dan merebahkan badan. Aku pun tertidur pulas. Agenda esok pagi sudah menanti, membahas hasil diskusi semalam.