Karawang -KPonline – Sistem Outsourcing memang telah dihapuskan. Namun kini perusahaan-perusahaan telah menemukan penggantinya, yaitu magang. Presiden Joko Widodo, Jumat 23 Desember 2016 telah menyaksikan deklarasi Pemagangan Nasional untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia di Kawasan Industri International City (KIIC), Kecamatan Telukjambe.
Pada kesempatan tersebut, lima ribu calon tenaga kerja asal Karawang akan menjalani magang di 500 pabrik yang ada di daerah lumbung padi itu. Melalui peluncuran itu, Karawang menjadi proyek percontohan Program Pemagangan Nasional bagi daerah lain oleh Pemerintah Pusat.
Magang atau yang sering juga disebut Praktek Kerja Lapangan merupakan sebuah bentuk pengenalan bagi mahasiswa-mahasiswa maupun lulusan baru untuk mengenal dunia kerja. Umumnya sebuah perguruan tinggi mensyaratkan magang bagi para mahasiswanya sebelum lulus. Bahkan, pada beberapa universitas, magang dilaksanakan selama 6 bulan penuh waktu atau full-time.
Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri berdalih Pemagangan Nasional akan menjawab permasalahan ketersambungan antara lulusan dunia pendidikan yang belum dapat diterima industri karena kurangnya keterampilan sehingga tidak siap memasuki pasar kerja. Program Pemagangan memadukan pelatihan dengan bekerja secara langsung, sehingga peserta pemagangan dapat memperoleh keterampilan baru sekaligus berkesempatan untuk mengasah keterampilan tersebut.
Pada kondisi pemagangan, seorang pekerja magang umumnya tidak memiliki ikatan hukum yang benar-benar mengikat dengan perusahaan tempat dirinya menjalani magang. Berbagai fasilitas pun umumnya tidak didapatkan. Dan hal itulah yang menjadi magnet perusahaan-perusahaan memanfaatkan istilah magang.
Perusahaan-perusahaan yang mengadakan pemagangan seperti berhak memberikan upah atau uang saku yang rendah. Pada beberapa tempat, upah magang yang diberikan jauh di bawah Upah Minimum Regional. Bahkan, ada yang tidak diberikan kompensasi sama sekali.
Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah selanjutnya. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur masa pemagangan. Waktu pemagangan seharusnya dibatasi untuk tiga bulan saja dan apabila perusahaan ingin memperpanjang kontrak pekerja magang, maka pekerja magang tersebut harus direkrut sebagai karyawan langsung perusahaan, statusnya dapat kontrak maupun permanen. Mengapa demikian? Karena tidak seharusnya para pekerja magang terombang-ambing karir yang tidak jelas karena perusahaan terus menerus memperpanjang masa magangnya.
Selain itu, pemerintah juga perlu mewajibkan setiap perusahaan yang akan membuka posisi magang untuk membuat patron yang jelas dari program magang tersebut. Harus diperjelas deskripsi pekerjaannya, lingkup kerja dan tujuan magang tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar pekerja-pekerja magang tidak bekerja serabutan atau malah bekerja untuk berbagai macam hal. Pemerintah pun perlu mengatur upah magang yang pantas untuk para pekerja magang.
UU Ketenagakerjaan sendiri dalam Penjelasan Pasal 22 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program pelatihan pemagangan.Khusus untuk tenaga kerja yang magang, berdasarkan Pasal 8 ayat (2) huruf a UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja hanya diwajibkan ikut Jamsostek untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) saja. Artinya, tidak wajib ikut program jaminan kematian (JK) dan jaminan hari tua (JHT) serta jaminan pelayanan kesehatan (JPK).
Dan dengan sistem magang ini ke depan akan banyak perusahaan-perusahaan yang berusaha mencari celah dalam sistem ketenagakerjaan, khususnya sistem magang ini. Mengapa? Karena selain murah, pada sistem ini perusahaan bisa saja tidak menjamin karir dan pengembangan diri dari peserta magang.Setelah selesai masa magang selama setahun mereka akan di buang begitu saja dan di gantikan oleh peserta magang yang baru. Layaknya sebuah perbudakan modern .wallahualam.(*)