Medan,KPonline, – Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) merupakan standar upah minimum yang berlaku sektoral di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Setelah dihapus dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PPPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, kini Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 168/PUU-XXII/2024 mewajibkan pemberlakuan kembali upah minimum sektoral. Putusan ini adalah hasil dari perjuangan Partai Buruh dan gerakan serikat buruh yang menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 UU No. 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak memuat ketentuan yang mewajibkan gubernur menetapkan upah minimum sektoral.
Dengan adanya putusan ini, dapat dipastikan bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), serta penetapan dan kenaikan UMSP dan UMSK kini berada dalam tanggung jawab Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dewan Pengupahan tersebut melakukan survei harga terhadap 64 Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KKHL) untuk menentukan upah yang layak.
Unsur Dewan Pengupahan
Dewan Pengupahan terdiri dari unsur pemerintah (biasanya diwakili Dinas Tenaga Kerja), organisasi pengusaha (seperti APINDO), serikat buruh, dan pakar dari perguruan tinggi. Tidak semua serikat buruh terlibat sebagai unsur Dewan Pengupahan, terutama yang sering berbeda pandangan dengan pemerintah dan pengusaha.
Benarkah survei pasar dilakukan dengan benar terhadap 64 KKHL di minimal tiga pasar tradisional? Dalam praktiknya, dugaan muncul bahwa kenaikan upah minimum sering kali tidak berdasarkan survei harga pasar yang aktual. Intervensi pemerintah dan pengusaha yang kuat berpotensi membuat kenaikan upah minimum menjadi sekadar hasil negosiasi di atas meja, bukan hasil survei lapangan yang objektif. Ketiadaan pengawasan dari serikat buruh saat proses pembahasan upah oleh Dewan Pengupahan dapat menyebabkan upah minimum tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan hidup.
Mengapa Pengusaha Menolak Kenaikan Upah Buruh?
Kenaikan upah bagi buruh secara langsung mempengaruhi biaya produksi dan Harga Pokok Produksi (HPP), yang berpotensi menggerus laba perusahaan. Oleh karena itu, banyak pengusaha berupaya memengaruhi pemerintah agar tidak menaikkan upah. Padahal, dengan naiknya upah minimum, daya beli masyarakat juga meningkat, yang berujung pada naiknya permintaan produk termasuk yang dihasilkan oleh petani dan nelayan.
Mengawal Kenaikan Upah yang Setara dengan Kenaikan KKHL
Buruh dan serikat pekerja perlu mengawasi langsung kinerja Dewan Pengupahan, baik saat survei pasar maupun saat rapat pembahasan kenaikan upah minimum yang biasanya dilakukan di kantor Dinas Tenaga Kerja. Pengawalan ini untuk mencegah potensi kecurangan atau konflik kepentingan di antara unsur Dewan Pengupahan. Selain itu, serikat pekerja juga perlu melakukan survei harga KKHL secara independen sebagai pembanding untuk memastikan upah yang ditetapkan sesuai kondisi pasar.
Mogok Kerja sebagai Hak Dasar
Mogok kerja, yaitu penghentian kegiatan produksi, adalah hak dasar buruh yang dilindungi oleh undang-undang sebagai bentuk protes terhadap pengusaha dan pemerintah. Mogok yang sah dilakukan secara tertib dan damai, terutama sebagai akibat dari gagalnya negosiasi. Jika pada akhirnya pengusaha dan pemerintah tetap mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait upah minimum sektoral, aksi mogok kerja massal bisa menjadi langkah terakhir untuk menuntut keadilan.