Hasil Diskusi dengan PJ Gubernur Jawa Tengah, Secercah Harapan Bagi Buruh Jawa Tengah

Hasil Diskusi dengan PJ Gubernur Jawa Tengah, Secercah Harapan Bagi Buruh Jawa Tengah

Semarang, KPonline – Setelah melakukan audensi dengan wakil rakyat di DPRD Provinsi Jawa Tengah yang hasilnya belum memuaskan buruh. Maka pada hari Jum’at (15/11/2024) Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) bersama Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana melakukan diskusi untuk membicarakan permasalahan upah minimum tahun 2025 pasca putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023.

Bertempat di RM Bu Fat Kepala Manyung Jl. Singosari Raya No 11 Pleburan Semarang, diskusi berlangsung dengan santai tapi penuh makna. Dalam diskusi tersebut buruh di Jawa Tengah melalui Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) berharap agar Pj Gubernur dalam menetapkan upah 2025 baik UMP maupun UMK harus mencapai KHL. Hal tersebut dikemukakan oleh Pratomo Hadinata selaku Dewan Pengupahan Provinsi dari unsur Serikat Pekerja / Serikat Buruh setelah menyampaikan alasan-alasannya.

“Kami sudah melakukan survei KHL di 4 daerah Kabupaten/Kota, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Jepara. Hasil survei kita UMK yang ada belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Baik secara survei di pasar tradisional maupun dengan data BPS. Kami ambil contoh di Kabupaten Tegal hasil survei kita 3,5 juta sedangkan UMK hanya dikisaran 2,1 juta,” ucapnya.

Dengan nilai UMK yang belum mencapai KHL menyebabkan daya beli buruh menurun terlihat jelas dari konsumsi rata-rata, contohnya di Kota Semarang tahun 2021 mencapai 4,3 juta, dan menurun di 2022 dengan capaian 4,2 jutaan. Bahkan di tahun 2023 untuk penetapan UMK 2024 sampai ambles ke angka 3,5 juta terang Pratomo sekali lagi.

“Untuk itulah sambil menunggu aturan pusat kita survei KHL dulu agar hal ini menjadi bahan buat bapak melihat kondisi jawa tengah seutuhnya dan hal itu juga untuk memberi masukan kepada pemerintah pusat sesuai amar putusan MK bahwasannya pemerintah daerah berperan aktif dan memberikan masukan ke pemerintah pusat mengenai mekanisme pengupahan. Dan kami menolak wacana dari pemerintah pusat yang akan membagi upah minimum menjadi dua sektor, sektor padat karya dan sektor padat modal. Ini akan jadi polemik baru,” lanjutnya kemudian.

Menanggapi hal tersebut Pj Gubernur Nana Sudjana menyampaikan pandangannya.

“Saya sangat setuju tentang kesejahteraan buruh, dan saya pun kaget kenapa upah di Jawa Tengah beda jauh dengan yang ada di Jawa Barat. Untuk itulah Rabu besok nanti ada rapat pleno, nanti seluruh kajian serikat disampaikan dan minta tolong draftnya diberikan ke kami dan sekaligus nanti kita hitung KHL nya dn pastinya kami juga bersurat langsung ke pemerintah pusat baik Menteri Tenaga Kerja bahkan ke Presiden,” ujarnya.

“Dan yang terpenting, kajian dari kawan-kawan diserahkan ke DISNAKER Provinsi, nanti bukan hanya surat saya yang saya kirim,namun saya langsung yang akan ke Kementrian dan saya akan sampaikan keinginan kawan-kawan dan meminta Kementerian agar melihat Jawa Tengah,” tegasnya.

Tidak hanya upah minimum saja yang jadi pembahasan, dari Aliansi juga meminta untuk menetapkan UMSP/UMSK di tahun 2025 mengunakan prosentase dan mendorong agar tidak ada lagi perusahaan dalam menyusun Struktur dan Skala Upah yang cuma sekedar menggugurkan kewajiban saja, yang hanya memberikan 500 rupiah. Bahkan jika perlu didorong pula ke pusat untuk dijadikan PP.

Senada dengan Pratomo, Sumartono selaku Ketua KC FSPMI Semarang Raya menambahkan bahwa untuk kenaikan Upah Minimum di tahun 2025 menggunakan formulasi inflasi + Pertumbuhan Ekonomi + KHL dan meminta PJ Gubernur untuk mengkaji Perda di Jawa Timur dimana isinya untuk pekerja yang masa kerjanya lebih dari 1 tahun upahnya di tambah 5%. (sup)