Jakarta, KPonline – Tentu saja, perjuangan upah selalu seiring dengan perjuangan agar pemerintah mengendalikan harga. Mendesak argar kedaulatan pangan dan kedaulatan energi diwujudkan.
Secara bersamaan, jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat harus digratiskan. Transoportasi publik yang murah dan perumahan untuk rakyat terjangkau.
Ini semua kita persimbangkan untuk anak-anak kita. Juga untuk anak-anak dan anak kita nanti.
Perhitungan Sederhana Kebutuhan Buruh
Tahun depan, dengan kenaikan upah minimum sebesar 8,03% maka upah Karawang menjadi Rp 4.234.010 dan Kota Bekasi menjadi Rp 4.229.755. Sedangkan DKI Jakarta menjadi Rp 3.940.972. Selisih kurang lebih 300 ribu dari kedua kota tersebut.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai kondisi tersebut tidak masuk akal. Bagaimana mungkin upah DKI selama 3 tahun berturut-turut lebih rendah dari Bekasi dan Karawang?
“Andaikan UMP DKI pada 2019 nanti hanya naik 8,03 persen, apakah mungkin bisa hidup layak di Jakarta?” Gugat Iqbal.
Dia memberikan hitung-hitungan sederhana. Untuk makan saja, setidaknya harus mengeluarkan 45 ribu per hari, dengan asumsi makan 3 kali sehari masing-masing 15 ribu. Rp 45.000 dikalikan 30 hari (sebulan), maka totalnya Rp 1.350.000
Sementara itu untuk sewa rumah, biaya listrik, dan air, dalam sebulan bisa mencapai Rp 1.300.000. Sedangkan untuk transportasi membutuhkan biaya setidaknya 500.000
“Dari tiga item tersebut, sudah menghabiskan anggaran Rp 3.150.000. Ini adalah biaya tetap yang tidak bisa diotak-atik,” kata Iqbal.
Jika tahun 2019 UMP DKI sebesar Rp 3.940.972, dikurangi Rp 3.150.000 sisanya tinggal Rp 790.972
“Apa mungkin hidup di DKI dengan 790 ribu untuk beli pulsa, baju, jajan anak, biaya pendidikan, dan lain-lainnya?” Tanya Said Iqbal.
Oleh karena itu, lanjutnya, buruh meminta upah tahun 2019 naik 20 hingga 25 persen agar bisa hidup layak.