IndustriALL Global Union Adakan Lokakarya: Membangun Kapasitas Serikat Pekerja dalam Kebijakan Perdagangan dan Industri Berkelanjutan

IndustriALL Global Union Adakan Lokakarya: Membangun Kapasitas Serikat Pekerja dalam Kebijakan Perdagangan dan Industri Berkelanjutan

Jakarta,KPonline – IndustriALL Global Union adalah federasi serikat pekerja internasional yang mewakili lebih dari 50 juta pekerja di berbagai sektor industri. Sebagai salah satu afiliasi FSPMI – KSPI, mereka mengadakan lokakarya online bersama afiliasi serikat pekerja se-Asia Tenggara pada 27 Agustus 2024 kemarin.

Dengan tema “South East Asia Regional Workshop on Trade and Sustainable Industry Policy” atau Lokakarya Regional Asia Tenggara tentang Perdagangan dan Kebijakan Industri Berkelanjutan, kegiatan ini membahas tentang perjanjian perdagangan internasional dan pentingnya melibatkan serikat buruh dalam perjanjian tersebut.

Bacaan Lainnya

Akihiro Kaneko, Wakil Presiden dan Co-chair AP, menjelaskan bahwa serikat pekerja perlu meningkatkan kemampuan dan memperluas komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam perjanjian perdagangan. Diperlukan negosiasi untuk memastikan transparansi antara serikat pekerja dan pengusaha.

Saat ini terdapat banyak perjanjian perdagangan antara pemerintah Indonesia dan negara-negara lain, seperti IPEF (Indo-Pacific Economic Framework), JETP (Just Energy Transition Partnership), SDG (Sustainable Development Goals), dan AFTA (ASEAN Free Trade Area). Namun, penting untuk memastikan bahwa investor asing yang masuk ke Indonesia mematuhi aturan-aturan yang ada, seperti kebebasan berserikat, upah, dan jaminan sosial. Oleh karena itu, serikat buruh perlu memahami hal-hal tersebut.

Namun, hubungan antara pemerintah dan serikat pekerja di Indonesia sering kali tidak mudah. Prihanani, Co-Chair IndustriALL Pasific Region, menjelaskan bahwa belum ada tindak lanjut yang memadai untuk melibatkan buruh dalam perjanjian-perjanjian just transition. Menurutnya, Bappenas mengundang hanya 7 perwakilan buruh untuk membahas isu tersebut, dan diskusi yang dilakukan tidak seimbang. “Respon dari pemerintah tidak jelas,” ujarnya.

Prihanani juga menambahkan bahwa isu krusial terkait perjanjian perdagangan masih belum terbuka sepenuhnya. Serikat buruh perlu terlibat dalam komunikasi dua arah dengan pemerintah agar dampaknya dapat dirasakan oleh serikat pekerja.

Tuti Suwartini dari Farkes Indonesia juga mengungkapkan kekhawatiran terkait kurangnya transparansi dari pemerintah. “Hasil audiensi dengan Kemenko Perekonomian menunjukkan janji transparansi, tetapi di lapangan tidak terjadi. Kekhawatiran saat ini meliputi perjanjian perdagangan tentang mineral kritis, akses obat-obatan, digitalisasi, dan just transition,” jelasnya.

Kondisi serupa juga terjadi di Filipina. Menurut serikat pekerja ALU, penting untuk memahami perdagangan dengan asing karena anggota lokal sering kali menjadi yang paling rentan terkena dampak. “Kita perlu berkolaborasi dengan lembaga lokal dan organisasi lain untuk melakukan penelitian, sehingga kita terhubung dengan sektor ketenagakerjaan. Melakukan workshop peningkatan kapasitas pekerja dan membuat modul just transition yang diterjemahkan di tingkat lokal adalah hal yang penting,” kata perwakilan serikat pekerja ALU.

Lalu, bagaimana peran serikat pekerja dalam mengintervensi kebijakan tersebut? Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan:

  1. Membangun kapasitas melalui pendidikan dasar dan program kesadaran mengenai perjanjian perdagangan.
  2. Meningkatkan komunikasi dan pertukaran informasi antara serikat pekerja.
  3. Membangun aliansi serikat pekerja dan berkoordinasi dengan gerakan buruh serta rakyat di Asia.
  4. Menghasilkan materi populer tentang WTO (World Trade Organization) dan perdagangan, serta memanfaatkan teknologi untuk terhubung dengan platform global.
  5. Menyelenggarakan diskusi nasional mengenai perjanjian perdagangan.

Tindak lanjut dari pertemuan ini tidak berhenti di sini. Dalam enam bulan ke depan, harus ada pertukaran informasi atau pembaruan dari negara lain, serta pembentukan working group untuk memastikan implementasi yang nyata dirasakan oleh serikat pekerja.

(Mia)