Bogor, KPonline – Bicara upah yang layak, akan menjadi topik pembicaraan yang panjang dan melelahkan. Dibutuhkan keterbukaan dan saling pengertian dalam membangun hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan. Terlebih-lebih membicarakan upah disaat penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), yang belakangan ini menjadi polemik di Jawa Barat. Ketika pada saat Gubernur Jawa Barat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota dengan mengeluarkan Surat Edaran. Hal ini diduga kuat dan disinyalir ada banyak kepentingan yang menjadikan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 561/75/yanbangsos per tanggal 21 November 2019 yang lalu, menjadi “biang keladi” polemik diantara aktivis buruh dan juga diantara para pengusaha.
Mekanisme penangguhan upah sering dijadikan alasan yang klasik oleh pengusaha-pengusaha yang enggan memberikan upah yang layak kepada buruh-buruhnya. Pun meski, hal tersebut sudah ditetapkan oleh Kepala Daerah, seperti Bupati/Walikota, atau oleh Gubernur. Upah Minimum Provinsi (UMP) yang saat ini sedang dibidik oleh pihak pengusaha, agar menjadi dasar pengupahan di Jawa Barat. Karena angka nominalnya yang kecil, diduga kuat juga akan menambah pundi-pundi keuntungan mereka.
“Padahal upah di Kabupaten Bogor tidak terlalu tinggi, jika dibandingkan dengan upah yang ada di Kabupaten atau Kota lainnya di Jawa Barat. Sebut saja Karawang atau Bekasi, yang sudah bertahun-tahun ke belakang selalu diatas Kabupaten Bogor” ungkap Ananto Prasetya, yang turut hadir dalam audiensi antara buruh FSPMI Bogor dengan Rahmat Sudjana Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bogor dan jajarannya.
“Penambahan jam kerja diluar jam kerja normal tanpa dibayar upah lemburnya, penerapan sistem skor di pabrik-pabrik garmen dan tekstil, beberapa hal tersebut hanyalah beberapa hal negatif yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bogor” tambah Mulyana, Divisi Aksi Garda Metal Bogor, yang juga didampingi oleh buruh-buruh dari FSPASI (Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia) dan perwakilan buruh dari FSPPM (Federasi Serikat Pekerja Padjadjaran Mandiri).
Ananto kembali menambahkan, “Aksi yang dilakukan pada hari ini adalah aksi pemanasan, dalam rangka Aksi Mogok Daerah pada 2-5 Desember 2019 yang akan datang. Kami meminta agar Gubernur Jawa Barat mengikuti aturan dan perundang-undangan yang sudah dibuat oleh Pemerintah tentang ketenaga kerjaan. Salah satunya yaitu Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 561/75/yanbangsos pada 21 November 2019” tutur Ananto Prasetya selaku Koordinator Daerah Garda Metal Bogor.
Dan inilah 3 tuntutan yang diminta oleh buruh-buruh FSPMI Bogor pada aksi unjuk rasa pada 28 November 2019:
1. Mendesak Gubernur Jawa Barat agar mencabut Surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 561/75/yanbangsos pada 21 November 2019.
B. Meminta Gubernur Jawa Barat agar mentaati aturan pemerintah dalam hal penetapan UMK, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat terkait UMK.
C. Jika Gubernur Jawa Barat tidak mencabut Surat Edaran Gubernur Jawa Barat tersebut, maka buruh-buruh yang ada di Jawa Barat akan melakukan aksi besar-besaran ke Bandung, Jawa Barat. Dan pada 3 dan 4 Desember 2019, buruh-buruh di Jawa Barat akan melakukan Aksi Mogok Daerah.