Jakarta, KPonline – Ratusan buruh perempuan hari ini melakukan Aksi unjuk rasa dalam rangka Peringatan Hari Perempuan International (7/3) selain menyuarakan penolakan diskriminasi mereka juga menyuarakan penolakan terhadapRUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam orasinya beberapa buruh perempuan menyampaikan penolakan dan perlawanan terhadap isi dari RUU Cilaka tersebut, mereka menolak hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, outsourcing seumur hidup. Mereka bersepakat menolak waktu kerja yang exploitatif, hilangnya jaminan sosial, menolak PHK yang dipermudah serta menolak hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha.
Sejarah Hari Perempuan Internasional atau International Womens Day bermula dari peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1909.Kala itu, para buruh wanita yang berkeja di pabrik garmen di kota New York melakukan aksi mogok, memprotes kondisi kerja mereka.
Sikap tersebut rupanya mendapat penghormatan dari partai sosialis.Setahun kemudian, pendukung sosialis bertemu di Copenhagen dan menetapkan Hari Perempuan untuk menghormati gerakan hak-hak perempuan dan mendorong dukungan agar para kaum hawa juga bisa ikut pemilu.
Kelanjutan dari pertemuan itu, yang diikuti oleh wanita dari berbagai negara, Hari Perempuan Internasional diperingati pertama kali pada 19 Maret di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss, di tahun 1911.
Para perempuan tersebut membuat demonstrasi pada 8 Maret 1914 untuk menentang Perang Dunia I dan menunjukkan solidaritasnya dengan aktivis lain.
Selanjutnya, pada 8 Maret 1917, demonstrasi juga dilakukan oleh para perempuan di Petrograd yang memicu terjadinya Revolusi Rusia.
Pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.(Jim).