Jakarta, KPonline – Belum selesai permasalahan upah murah, perbudakan modern (outsourcing), Union Busting dan lainnya, buruh kembali harus berhadapan dengan persoalan kenaikan harga listrik. Jelas kondisi ini memukul sendi-sendi perekonomian buruh dan rakyat secara umum.
Walaupun PLN beralasan tidak ada kenaikan harga yang ada hanya penyesuaian harga, pun demikian dengan pihak Istana yang membantah kenaikan tarif PLN, faktanya rekening listrik masyarakat dipastikan akan membengkak di pertengahan tahun 2017. Dimulai medio Mei 2017 dan kenaikan tersebut secara bertahap masih terus berlanjut hingga Juli 2017.
Editorial KP melihat, Presiden Jokowi seakan lupa, sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup penuh prihatin dan sudah tentu pula yang memilih Jokowi saat pemilu lalu sebagian besarnya adalah rakyat yang masih hidup prihatin tersebut, merekalah yang pertama-tama menjadi korban akibat kenaikan (penyesuaian) tarif dasar listrik.
Apapun alasan Jokowi, kenaikan harga listrik ini tidak dapat diterima disaat tarif listrik di Indonesia hari ini terhitung masih sangat mahal, bahkan jika dibandingkan dengan Negara tetangga, Malaysia. Belum lagi melihat pelayanan yang masih carut marut ditandai masih seringnya pemadaman dilakukan dengan beragam alasan, dari alasan teknis hingga alasan pemeliharaan.
Tak heran jika banyak pihak menilai kebijakan tersebut bodoh kalau bukan arogan. Karena impaknya terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok dan inflasi akan sangat besar. Apalagi dalam tiap kesempatan Presiden Jokowi selalu mengemborkan akan membuat kebijakan yang pro terhadap masyarakat kecil, tapi realita mengungkapkan fakta berbeda.
Kita tahu birokrasi di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Belum lagi permasalahan korupsi masih terus merajalela, bahkan sama sekali tidak terlihat akan menurun. Seharusnya pemerintah Jokowi fokus kepada pembenahan birokrasi dan pemberantasan korupsi serta penegakan hukum, karena sebenarnya disinilah letak permasalahan bangsa ini.
Tanpa ada birokrasi yang cekatan dan berorientasi kepada pelayanan masyarakat, jika korupsi masih terus merajalela dan kepastian hukum masih menjadi barang langka di negeri ini, maka jangan harap bangsa ini akan beranjak dari keterpurukan.
Jangan jadikan kewajiban mensubsidi rakyat menjadi alasan yang menggerogoti keuangan Negara sehingga pemerintah dengan seenaknya menaikkan harga-harga. Fakta dilapangan menunjukkan sebagian besar orang yang menikmati subsidi adalah rakyat kecil, walapun disaat yang sama ada kalangan menengah atas ikut menikmati subsidi tersebut. Tapi pastinya rakyat kecil yang paling diuntungkan oleh subsidi tersebut.