Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) Gelar Upacara Rakyat 2021, Merdeka Tanpa Tanah Air

Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) Gelar Upacara Rakyat 2021, Merdeka Tanpa Tanah Air

Pati, KP Online – Dalam peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76 ini ternyata juga tidak luput diperingati oleh para Petani Kendeng yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang bertempat di Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Mereka berkumpul dalam situasi yang penuh keprihatinan, untuk kembali mengucap syukur pada Gusti Sang Semesta Raya atas karunia-Nya dalam Upacara Rakyat tahun 2021 pada hari Selasa (17/8/2021).

Pada kesempatan tersebut, Gunretno yang mewakili JM-PPK menyampaikan keprihatinannya kepada pemimpin negeri ini dan para wakil rakyat yang duduk di DPR.

“Kami sangat prihatin atas matinya nurani pemimpin negeri ini dan para wakil rakyat terhormat yang duduk di DPR. Dalam situasi pandemi yang melanda di seluruh belahan dunia, justru melakukan banyak hal yang semakin menjauh dari kepentingan hajat hidup orang banyak. Tidak di keluarkanya PP KPK, disahkannya Omnibuslaw UU Cipta Kerja, revisi UU Minerba dan aturan-aturan yang semakin menjauhkan cita-cita luhur para pahlawan pendiri bangsa yang tertuang dalam UUD 45”, tuturnya.

“Di saat pandemi, seharusnya pemerintah melakukan penguatan sumber-sumber pangan di seluruh pelosok negeri ini. Pemberdayaan petani, nelayan, masyarakat pedalaman harusnya menjadi konsentrasi utama bagi pemerintah dengan melindungi lahan-lahan produktif, melindungi hutan serta melindungi lautan. Tetapi yang dilakukan pemerintah dan wakil rakyat di DPR justru malah sebaliknya”, bebernya lagi.

Data dari Walhi Nasional menyebutkan bahwa pada tahun 2018, terdapat 82% lahan di Indonesia yang dikuasai oleh korporasi besar. Penguasaan melalui konsesi dan perizinan di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan ini akan makin parah di tahun-tahun selanjutnya pasca disahkannya omnibuslaw UU Cipta Kerja dan UU Minerba. Negeri agraris yang gemah ripah loh jinawi, yang direbut dari tangan penjajah asing dengan cucuran darah, saat sekarang ini menghadapi ancaman besar kehancuran karena perusakan lingkungan di biarkan begitu saja oleh pemerintah.

“Seharusnya pandemi ini dijawab dengan pertobatan ekologis, kesadaran bersama bahwa alam sudah lama terganggu keseimbangannya. Dan harusnya pemerintah sebagai inisiator dan penggerak utama bagi perbaikan alam dan lingkungan dengan membuat berbagai kebijakkan bagi penyelamatan alam”, lanjutnya kemudian.

“Sebagai petani, kami tetap akan berjuang keras untuk terus menanam, terus melawan ‘penindasan’ yang merampas ruang hidup petani atas nama pembangunan dan investasi. Kami tetap ingin menjadi bangsa yang luhur, menjadi tuan atas tanahnya bukan menjadi bangsa budak. Perjuangan ini memang lebih berat karena yang kami hadapi adalah saudara sebangsa sendiri. Semangat kami akan terus berkobar demi tegaknya Merah Putih yang sejati. Mengibarkan bendera Merah Putih bukan sekedar seremonial saja. Bagi kami, Itu adalah kecintaan terhadap Republik Indonesia, bumi tempat kami berpijak, yang harus terus kami hidupi dengan menjawab berbagai tantangan yang ada”, tegasnya menutup pembicaraaan. (sup)