Jelang Putusan MK Atas JR Omnibuslaw Cipta kerja, DPP FSPMI Gelar Ratin

Jelang Putusan MK Atas JR Omnibuslaw Cipta kerja, DPP FSPMI Gelar Ratin

Jakarta, KPonline – Menunggu hasil putusan sidang pleno perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 perihal pengujian materiil pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang dilakukan Partai Buruh bersama Serikat Pekerja, FSPMI terus menyusun kekuatan gerakan buruh.

Dan hal itu pun dibahas dalam rapat rutin Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPP FSPMI) yang diselenggarakan di Kantor DPP FSPMI, Jakarta. Jumat, (2/8/2024).

Bacaan Lainnya

Dalam rapat, Riden Hatam Aziz sebagai presiden FSPMI mengatakan bahwa pasal pasal (9) yang fundamental/ merugikan kaum buruh di Omnibuslaw Cipta kerja sudah kita gugat di MK.

“Bagaimana caranya klaster ketenagakerjaan benar-benar di eliminasi dalam Omnibuslaw Cipta Kerja,” kata Riden Hatam Aziz.

Kemudian lanjutnya, hampir di seluruh penjuru dunia, regulasi yang hadir saat ini dikendalikan oleh kapitalis. Jadi sebagai Serikat Pekerja (FSPMI) bagaimana caranya untuk bisa mengimbangi.

Tentunya, menurut Riden adalah dengan membangun kekuatan gerakan buruh semaksimal mungkin untuk melawan itu (Omnibuslaw). Dan itu harus betul betul dipahami.

“Segera lakukan konsolidasi serta membangun kesadaran gerakan kelas pekerja/kaum buruh untuk bisa terlibat dalam aksi perlawanan omnibuslaw yang akan diputuskan oleh pimpinan organisasi,” tegas Riden Hatam Aziz.

Selain bagaimana sikap FSPMI selanjutnya terhadap hasil keputusan MK atas gugatan Omnibuslaw Cipta kerja, berbagai program dan strategi kesejahteraan bagi kelas pekerja bersama FSPMI kedepan pun ikut dibahas dalam rapat tersebut.

Dikesempatan yang sama, Sabilar Rosyad selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSPMI menekankan kepada seluruh peserta rapat agar para pengurus (PUK) untuk bisa memaksimalkan anggota untuk ikut aksi disaat organisasi menginstruksikan.

Terlebih, putusan MK atas JR Omnibuslaw Cipta Kerja yang dilayangkan Partai Buruh bersama Serikat Pekerja lewat uji materiil.

Sedangkan menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal kenapa Partai Buruh bersama Serikat Pekerja menolak Omnibuslaw Cipta Kerja, Pertama; konsep upah minimun yang kembali pada upah murah.

Karena, kata Said Iqbal bahwa konsep itu mengancam kesejahteraan buruh.

Kedua, outsourcing atau tenaga alih daya tanpa batasan jenis pekerjaan. Hal ini membuat kepastian kerja bagi buruh menjadi hilang.

“Sama sama menempatkan negara sebagai agen outsourcing,” ucapnya.

Alasan ketiga, menurut Said Iqbal bahwa dalam UU Ciptaker ini memungkinkan kontrak kerja dilakukan berulang-ulang tanpa adanya jaminan pekerja tetap. Ia menyebut, hal itu dapat mengancam stabilitas kerja.

Keempat, pesangon yang murah atau hanya setengah pesangon dari aturan sebelumnya. Perubahan ini, menurut Iqbal, merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.

Alasan berikutnya, kata Said Iqbal yaitu proses pemutusan hubungan kerja atau PHK yang dipermudah. Menurut Iqbal, proses tersebut membuat buruh semakin tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada di posisi rentan.

Begitu pula dengan kebijakan cuti. Said Iqbal mengatakan, tidak adanya kepastian upah selama cuti membuat posisi buruh rentan dan mengalami diskriminasi di tempat kerja.

Selain para pengurus DPP, DPW, PP SPA, KC/PC FSPMI, Panglima Koordinator Nasional (Pangkornas) Garda Metal Supriyadi Piyong, Iwan Budi Santoso (Koordinator Liputan Nasional Media Perdjoeangan) pun tampak hadir dalam Ratin ini.

Foto; Budi Santoso (MP Nasional)