Jokowi Keluhkan Ancaman PHK Massal, Indikasi Kegagalan UU Cipta Kerja Kian Menjadi Kenyataan

Jokowi Keluhkan Ancaman PHK Massal, Indikasi Kegagalan UU Cipta Kerja Kian Menjadi Kenyataan

Purwakarta, KPonline – Presiden Joko Widodo diakhir masa jabatannya mengingatkan bahwa 85 juta lapangan pekerjaan kemungkinan akan hilang pada tahun 2025 mendatang.

Menurutnya, lapangan pekerjaan ini akan hilang karena imbas dari adanya kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) atau otomasi di berbagai sektor.

Bacaan Lainnya

Hal itu, ia kemukakan dalam pembukaan kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan seminar nasional 2024 di Surakarta, Jawa Tengah, pada Kamis lalu. (19/9/2024). Dan ungkapan nya itu pun dipublish Suara.com edisi Selasa (24/92024).

Kemudian, bila dikaitkan dengan perkataannya tersebut, bagaimana dengan fungsi dari UU Cipta Kerja.

Bukankah selama ini ia selalu menyuarakan dengan lantang, bahwa UU Cipta Kerja mampu menciptakan lapangan pekerjaan.

Di kesempatan ini saya hanya mau mengatakan bahwa ada indikasi kegagalan dalam penciptaan UU Cipta Kerja dengan mengindikasikan alih-alih gegara “AI” sebagai kambing hitam atas maraknya PHK yang sedang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini.

Seharusnya, keluhan terhadap AI tersebut tak perlu ia kemukakan dan. yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah mengevaluasi kebijakan yang sudah dikeluarkannya, yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Perlu ditekankan disini adalah bahwa indikasi PHK yang meningkat karena AI itu sebetulnya hanya sebuah cerita fiksi dan PHK itu sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari dampak buruk UU Cipta Kerja.

UU ini telah memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada pengusaha untuk memecat pekerja tanpa harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang dialami oleh pekerja. UU Cipta Kerja telah memudahkan pengusaha untuk melakukan PHK dengan alasan-alasan yang lebih fleksibel, sehingga perlindungan terhadap pekerja menjadi semakin lemah.

UU Cipta Kerja, dengan berbagai ketentuannya, telah menurunkan standar perlindungan pekerja, termasuk dalam hal pesangon dan hak-hak lainnya. Hal ini membuat pengusaha lebih mudah untuk melakukan PHK, bahkan ketika alasan ekonomis atau produktivitas tidak dapat dibuktikan dengan jelas.

Akibatnya, pekerja menjadi pihak yang paling dirugikan, kehilangan pekerjaan tanpa jaminan yang memadai. Pendek kata, dengan nilai pesangon yang kecil, perusahaan tidak berfikir dua kali untuk melakukan PHK.

Peningkatan angka PHK di Indonesia tidak dapat disederhanakan hanya dengan masalah produktivitas, atau penurunan permintaan global.

Masalah yang lebih mendasar adalah kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan pengusaha, seperti UU Cipta Kerja, yang justru mempermudah PHK.

Jika pemerintah benar-benar ingin melindungi pekerja dan menekan angka pengangguran, yang diperlukan adalah mencabut undang-undang yang dikenal sebagai omnibus law ini.