Jakarta, KPonline – Dalam sebuah konsolidasi serikat pekerja, sering ada pertanyaan. Apakah kalian sudah siap di PHK? Serentak, semua akan menjawab: Siap!
Pertanyaan ini sebenarnya untuk menguji kesungguhan anggota dalam berjuang. Kesungguhan itu dibuktikan dengan kesiapan menghadapi resiko yang terburuk. Termasuk resiko menghadapi kehilangan pekerjaan.
Namun demikian, salah besar jika bergabung dengan serikat pekerja semata-mata disebabkan atas kehendak ingin di PHK.
Biasanya orang seperti ini gegabah dalam bertindak. Bahkan cenderung membahayakan organisasi.
Karena ingin di PHK, ada kalanya seseorang ngotot agar serikat melakukan mogok kerja. Padahal syarat dan kondisinya tidak memungkinkan terjadinya mogok kerja. Karena dipaksakan, akhirnya banyak yang menjadi korban.
Mereka mencari-cari kesalahan. Serikat hanya dijadikan tunggangan untuk kepentingannya sendiri.
Serikat Pekerja Untuk Mereka yang Masih Ingin Tetap Bekerja
“Justru karena takut di PHK, saya bergabung dengan serikat pekerja.” Pernyataan ini saya dengar beberapa tahun lalu dari buruh yang masih berstatus outsourcing.
Saat itu dia mendaftar menjadi serikat pekerja. Sebagai pertanyaan standart, saya berkata, “Kamu kan outsourcing. Emang nggak takut di PHK kalau gabung dengan serikat?”
“Takut sih,” jawabnya.
“Kalau takut nggak usah gabung. Tahu sendiri kan apa resikonya?”
“Saya tahu resikonya. Karena itu saya mau mendaftar sebagai anggota serikat pekerja,” ia menjawab mantap.
Saya kagum dengan jawaban itu. Justru karena memiliki harapan dengan masa depan, buruh membutuhkan serikat pekerja untuk mengawal cita-citanya.
Menjadi anggota serikat pekerja bukan agar kita di PHK. Sebaliknya, menjadi anggota serikat pekerja agar ada yang melakukan pembelaan ketika perusahaan memecat kita tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan.
Menjadi anggota serikat berarti memiliki alat untuk melindungi diri.
Selanjutnya, agar alat itu bisa berfungsi, kita harus ikut merawat. Caranya denga aktif membayar iuran serikat pekerja dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan.
Bukankah sudah membayar iuran. Mengapa masih harus capek-capek ikut kegiatan?
Karena membayar iuran dan berpartisipasi dalam kegiatan serikat pekerja adalah dua hal yang berbeda. Iuran adalah darah dari organisasi. Syarat utama agar serikat tetap independen dan mandiri.
Bagaimana mau berjuang kalau operasional serikat pekerja didapat dari pihak lain? Bisa jadi serikat akan dikendalikan oleh pihak lain yang membayari kegiatan, bukan dikendalikan oleh anggota sebagai pemilik sah organisasi.
Sementara itu, berpartisipasi dalam kegiatan adalah kunci agar organisasi terus bergerak. Dengan bergerak, serikat bisa mendatangkan manfaat.
Seperti kipas angin akan mendatangkan kesejukan ketika bergerak. Seperti air akan mendatangkan penyakit jika tidak mengalir.
Maka teruslah bergerak, demi kejayaan kaum buruh.
Untung Ada Serikat
Ini kisah nyata dari sebuah perusahaan di Tangerang, Banten. Seperti sudah menjadi kebiasaan, setiap tahun perusahaan melakukan PHK terhadap karyawan kontrak. Tanpa pesangon.
Padahal, mereka sudah bekerja lama. Ada yang mencapai belasan tahun.
Hingga kemudian, pekerja di perusahaan tersebut mendirikan serikat pekerja. Tujuannya adalah agar perusahaan tidak lagi bertindak semena-mena dengan main pecat seenaknya.
Tidakkah merasa takut? Tidak. Seperti yang sudah-sudah, tanpa serikat pun, buruh-buruh tetap di PHK. Bahkan dengan mudah.
Ketika serikat berdiri, seperti yang sudah diduga, perusahaan masih tetap melakukan PHK secara sepihak. Bedanya, kali ini ada serikat pekerja yang tidak tinggal diam membiarkan hal itu terjadi.
Para pekerja bersatu. Melakukan perlawanan. Termasuk membuat pengaduan ke instansi terkait.
Setelah melewati proses yang berliku, akhirnya mereka berhasil memenangkan tuntutannya. Buruh yang di PHK dipekerjakan kembali. Lebih dari itu, mereka diangkat menjadi karyawan tetap.
Serikat pekerja adalah harapan untuk masa depan. Ia menjadi alat agar kaum buruh bermartabat.
Maka apalagi yang kita khawatirkan. Ayo berserikat.