“Kalau Kita Menyerah, Itu Berarti Menyerah Terhadap Ketidakadilan”

“Kalau Kita Menyerah, Itu Berarti Menyerah Terhadap Ketidakadilan”
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam acara Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (14/5/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, KPonline – Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan pidato politik dalam Simposioum Nasional Kecurangan Pemilu 2019 di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2019. Pidato Ketua Umum Partai Gerindra itu berisi ajakan bagi pendukung dan relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) untuk menolak hasil Pemilu 2019 yang dinilai terjadi kecurangan. “Sikap saya adalah akan menolak hasil pemilu yang curang,” ujar Prabowo.

Dilansir dari Tempo.co (15/5/2019), berikut pidato politik lengkap Prabowo Subianto:

Bacaan Lainnya

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya.

Saudara-saudara sekalian, sebagai insan yang bertakwa dan beragama marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Maha Besar, Maha Kuasa. Kita masih diberi kesehatan dan diberi nafas sehingga kita dapat hadir pada acara yang penting pada sore hari ini. Menjelang kita buka puasa dalam hari kesembilan Ramadan.

Saya diberi tahu bahwa 9 Ramadan ini adalah persis tanggal proklamasi 17 Agustus 1945. Kadang-kadang kita tidak tahu ada kekuatan yang mengatur.

Saudara-saudaraku sekalian, saya diminta memberi kata-kata penutup. Tentunay saya menyapa dan menghormati semua hadirin sekalian. Tokoh-tokoh nasional yang hadir, yang banyak sekali ya. Saya kira, saya tidak sebut namanya satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, tapi begitu banyak tokoh-tokoh yang hadir. Tokoh-tokoh pejuang, kalau diminta saya bisa sebut. Bagaimana? Disebut? Terus terang saja, begitu banyak orang-orang yang saya hormati, yang saya anggap. Orang-orang yang saya kagumi. Orang-orang yang membentuk saya, guru-guru saya, senior-senior saya, ustad-ustad saya.

Saudara-saudara sekalian, saya tidak akan panjang lebar karena kita sebentar lagi Magrib. Jadi saya hanya singkat saja. Kita mengerti bahwa demokrasi adalah jalan terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi kita melihat dan kita merasakan dan kita sekarang memiliki bukti-bukti dan kita mengalami rekan-rekan kita, pejuang-pejuang kita. Kita mengalami pemerkosaan demokrasi di Republik Indonesia ini.

Karena itu, tolong perhatikan dengan seksama, mendengar, dan menyakinkan diri kita dan rakyat kita, bahwa kita telah memenangkan mandat dari rakyat.

Kita telah memenangkan mandat dari rakyat.

Kalau kita menyerah berarti kita menyerah terhadap ketidakadilan. Itu artinya kita berkhianat kepada negara, bangsa, rakyat. Itu artinya kit berkhianat kepada pendiri-pendiri Bangsa Indonesia. Itu artinya kita berkhianat kepada puluhan ribu orang yang telah gugur untuk mendirikan Negara Republik Indonesia ini.

Saudara-saudara sekalian, Setelah ini, sore hari ini saya ke Kertanegara, saya akan kumpulkan ahli hukum. Saya akan membuat surat wasiat saya.

Saya katakan nggak usah nakut-nakuti kita dengan makar-makar. Orang-orang ini, tokoh-tokoh bangsa ini bukan makar. Jenderal-jenderal itu mempertaruhkan nyawanya sejak muda. Mereka tidak makar.

Tyasno tidak makar, Imam Sufa’at tidak makar, Sulatin tidak makar, Tedjo Eddy tidak makar, Djoko Santoso tidak makar, Amien Rais tidak makar, kita membela negara dan bangsa Indonesia. Jangan takut-takuti kita dengan senjata yang diberikan oleh rakyat.

Ada yang mengatakan Pak Prabowo, bagaimana sikapnya, katanya ada yang minta ketemu saya. Bolak-balik minta ketemu. Jangan, nggak boleh. Emak-emak jangan emosional. Berbicara boleh, berunding boleh, menyerah tidak boleh.

Ya, jadi Sikap saya adalah sebagai berikut. Kami masih, kami masih menaruh secercah harapan. Kami menghimbau insan-insan di KPU. Kami menghimbau kau anak-anak Indonesia yang ada di KPU, sekarang nasib masa depan bangsa Indonesia ada di pundakmu. Kau yang harus memutuskan. Kau yang harus memilih, menegakkan kebenaran dan keadilan demi keselamatan bangsa dan rakyat Indonesia atau meneruskan kebohongan dan ketidakadilan berarti kau mengizinkan penjajahan terhadap rakyat Indonesia.

Kami masih menaruh harapan kepadamu. Tapi yang jelas, sikap saya adalah saya akan menolak hasil penghitungan pemilihan. Hasil penghitungan yang curang. Kami tidak bisa menerima ketidakadilan, ketidakbenaran dan ketidakjujuran.

Saya dan saudara Sandi bukan atas ambisi pribadi, kita ingin jadi apa-apa. Demi Allah tidak ada niat. Sesungguhnya kalau kau tanya hati saya, saya inginnya istirahat. Tapi saudara-saudara, setelah saya keliling, setelah saya melihat mata daripada rakyar kita, setelah saya pegang tangan mereka, setelah saya merasakan getaran dan mendengarkan ungkapan-ungkapan mereka. Harapan mereka rakyat Indonesia, penderitaan rakyat, harapan rakyat akan suatu negara yang adil. Jadi itu telah menjadi bagian dari diri saya. Karena itu tidak mungkin saya meninggalkan rakyat Indonesia. Saya akan timbul dan saya akan tenggelam bersama rakyat Indonesia.

Kalau proses perampasan dan pemerkosaan ini berjalan terus, hanya rakyatlah yang menentukan. Hanya rakyat yang akan menentukan. Selama rakyat percaya sama saya, Selama itulah saya bersama rakyat Indoensia.

Jangan khawatir, saya akan bersama rakyat. Selalu bersama rakyat sampai titik darah saya yang terakhir. Saya bicara seperti ini sudah lama saya dididik dan saya kaget Sandiaga Uno bicara seperti ini tadi.

Ada yang mengatakan saudara Sandiaga Uno ini seorang pengusaha, dia anak muda. Dia akan meninggalkan Prabowo Subianto, nyatanya dia lebih rajin turun ke daerah-daerah daripada saya.

“Yang tadi dia sudah menyatakan sikap dan sekarang saya yang menyatakan sikap saya. Kita akan membela keadilan dan kebenaran dan kejujuran sampai kemenangan rakyat diakui. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” kata Prabowo.

Sandiaga Salahudin Uno

Sementara itu, di akun media sosialnya, Sandiaga Salahudin Uno menulis, Pemilu 2019 yang sedang kita jalani saat ini menorehkan sejumlah catatan yang memprihatinkan. Berikut kutipan lengkapnya:

Yang pertama dan utama, banyaknya keluarga yang harus kehilangan orang tua, dan sanak saudara. Lebih dari 500 petugas penyelenggara Pemilu wafat. Lebih dari 3.000 orang lainnya dirawat. Kita berdoa, semoga yang wafat semoga husnul khotimah, yang sakit segera disembuhkan, dan korban jiwa tidak terus bertambah.

Dengan pahit kita harus menerima kenyataan, inilah Pemilu paling mematikan sepanjang sejarah Indonesia. Suatu pelajaran yang amat mahal yang harus kita jadikan bekal bagi perbaikan penyelenggaraan Pemilu di waktu-waktu mendatang.

Kedua, kita juga mencium aroma politik uang yang sangat tajam, tertangkapnya ratusan ribu amplop yang disiapkan untuk serangan fajar yang melibatkan pejabat tinggi BUMN dan pejabat tinggi pemerintahan. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan telah dibuat terlena, bukannya memilih sesuai hati nurani, tetapi dipaksa atau setengah dipaksa memilih yang memberikan iming-iming uang. Ini sungguh-sungguh menciderai demokrasi kita.

Ketiga, bila kita tarik ke belakang, saya mengalami sendiri sepanjang masa kampanye hingga menjelang pemungutan suara, kita merasakan betapa banyak kejanggalan dan ketidakadilan yang kami alami, yang tidak ditangani dengan baik oleh penyelenggara Pemilu maupun pihak-pihak yang berwajib. Mulai dari sulitnya perijinan, tempat yang dipindah-pindah, hingga dipersulitnya akses untuk masyarakat ke titik acara.

Kami juga menaruh simpati pada rekan-rekan media yang mengalami tekanan untuk tidak memberitakan berbagai kecurangan. Kita juga menyaksikan upaya sistematis melemahkan suara oposisi, penangkapan aktivis, hingga kriminilisasi para ulama.

Namun, meskipun rintangan terus menghadang, saya, Pak Prabowo Subianto bersama rakyat Indonesia tidak akan pernah lelah berhenti berjuang dan menegakkan kebenaran dan keadilan. Saya mengajak saudara-saudara sekalian untuk terus berjuang sekuat tenaga, sampai titik darah penghabisan, menjaga kedaulatan rakyat.

Pos terkait