Karena pulangnya jam sebelas malam, mau tak mau Wita, buruh pabrik di kawasan Mukakuning itu harus pulang tengah malam. Suaminya meninggal dua bulan yang lalu, jadi tak ada lagi yang bisa menjemputnya sepulang kerja. Motor peninggalan suaminya pun sudah dijual untuk biaya hidup. Makanya sebulan terakhir ini Wita harus menumpang metrotrans yang masih beroperasi hingga tengah malam. Wita sudah sering diperingatkan temannya untuk selalu hati-hati, karena banyaknya kasus kejahatan dalam metrotrans akhir-akhir ini pada penumpang perempuan.
Malam itu, seperti biasa Wita menunggu metrotrans di dekat pabriknya. Tepat pukul sebelas malam, metrotrans yang ditunggu Wita datang. Tak ada seorang pun di dalam metrotrans coklat jurusan Batuaji- Mukakuning itu selain sopirnya. Meski awalnya takut, tapi Wita ingin cepat sampai ke rumah. Perempuan tiga puluh tahun itu pun terpaksa menaiki metrotrans itu, sambil terus berdoa agar tak terjadi hal yang buruk nantinya.
Wita memilih kursi di dekat pintu. Ia terus saja memandangi jendela kaca di depannya sembari berdoa, sepanjang metrotrans yang ditumpanginya itu menyusuri jalanan malam. Sementara itu si sopir metrotrans yang berpenampilan seram, terus saja memperhatikan Wita dari kaca spion tengah metrotransnya, sembari sesekali menelan ludah. Ia juga tertawa dalam hati saat Wita mulai merasa mual, akibat bau busuk yang menyeruak di dalam metrotrans.
“Bang bau apaan sih ini?” tanya Wita, sambil menutupi hidungnya dengan saputangan.
“Bau bekas ikan. Tadi ada nelayan yang sewa metrotrans ini untuk angkut ikan-ikan dari pelabuhan. Makanya baunya begini. Ya, neng tahan-tahanin saja lah!”
Wita diam saja, dan wajahnya pucat. Matanya bergerak mengamati sudut demi sudut dalam metrotrans yang ditumpanginya. Ia tahu betul kalau bau yang diciumnya sekarang tak mirip bau ikan, tapi lebih mirip bau bangkai.
Saat Wita akan muntah, tiba-tiba metrotrans berhenti persis di Simpang Barelang karena lampu merah. Wita melihat ada seorang gadis cantik berlari mendekati metrotrans, lalu masuk dan duduk persis di sebelah Wita.
Bau gadis itu wangi sekali seperti bunga kamboja. Bau busuk dalam metrotrans yang sebelumnya menyeruak kuat pun langsung buyar tergantikan bau kembang. Wita yang awalnya mau muntah, mendadak segar kembali, meski kedua bahunya terasa berat seperti ada yang menekan dari atas.
“Mau kemana Mbak?”Tanya Wita sambil menoleh gadis yang duduk di sebelahnya, sementara itu sopir mulai menjalankan metrotransnya karena lampu sudah hijau.
“Mau kesana!”Jawab gadis itu lirih, sambil menunjuk ke depan.
Wita hanya tersenyum, lalu kembali memandangi jendela kaca di depannya yang menampilkan bayangan dirinya. Disitulah Wita mulai melihat keanehan. Ia melihat bayangannya, tapi tak melihat bayangan gadis yang duduk di sebelahnya. Bahkan beberapa detik, Wita melihat bayangan putih berwajah seram. Lama kelamaan Wita mulai merinding ketakutan, hingga ia menggeser duduknya.
“Neng, aku ke WC dulu ya! Bentar saja kok!”Ucap sopir, yang langsung membelokkan metrotransnya ke pom bensin di daerah Merapi Subur
Wita mengangguk dan wajahnya masih pucat, sambil memandangi gadis yang duduk di sebelahnya itu. Beberapa menit kemudian, Sopir keluar dari WC, dan melihat metrotransnya dari kejauhan. Pria itu lalu menelepon seseorang, dan mengabarkan, “Malam ini, kita akan pesta lagi.”
Setelah itu sopir berjalan mendatangi metrotransnya. Dia melihat Wita duduk sendirian, ketakutan, di jok depan, sebelah jok kemudinya.
“Maaf ya Neng, sudah nungguin! Loh kok pindah ke depan? Takut ya Neng?”
Wita diam saja sambil melinting rambut panjangnya.
Si sopir pun segera naik dan duduk di jok, lalu menjalankan metrotransnya. Pria itu sangat girang seperti kucing yang baru mendapatkan ikan.
Sementara itu di tempat lain, Brodin, tukang ojek yang mangkal di dekat simpang Basecamp, dibangunkan seorang perempuan yang ternyata adalah Wita.
“Mas, Ojek Mas! Mas, bangun!”
Brodin pun bangun, dan buru-buru mencuci wajahnya, lalu mengantarkan Wita dengan motornya.
Saat mendekati sebuah Perumahan, Brodin dan Wita terkejut melihat keramaian, kemacetan, dan mobil-mobil polisi yang berdatangan mendekati perempatan. Brodin lalu memanggil seorang anak jalanan dan bertanya, “Hei, ada apa?”
“Ada metrotrans yang nerabas lampu merah, terus ketabrak truk. Sopirnya mati.”Jawab anak jalanan itu, sambil berlari mendekati perempatan.
Wita ketakutan dan meminta Brodin untuk berputar jalan, lalu mencari jalan lain menuju rumahnya. Sementara itu para polisi yang mulai mengevakuasi tubuh Sopir dari metrotransnya, dikejutkan akan penemuan mayat perempuan muda yang terbungkus plastik, dan disembunyikan di bawah jok penumpang, di dalam metrotrans itu. Gadis itu adalah Wanti, buruh pabrik di kawasan Batam center yang dilaporkan hilang oleh kedua orang tuanya dua hari yang lalu.
(et)