Jakarta, KPonline – Dimana ada penindasan, disitu ada perlawanan. Dimana ada perjuangan, disitu ada kemenangan.
Sangat tepat jika dikatakan bahwa hanya buruh migran yang bisa mengubah nasibnya sendiri. Untuk mencapai ini, tentu buruh migran harus menyadari dan bersedia memperjuangkan haknya serta bersatu dalam organisasi.
Di Hong Kong, gaji dan tunjangan makanan naik setiap tahun, membersihkan jendela yang berbahaya resmi dilarang, biaya penempatan diturunkan meski tetap tinggi, aturan agen sedang diproses, pemaksaan koreksi data paspor dihentikan. Di Taiwan, pemerintah telah mencabut kewajiban exit setiap 3 tahun kepada buruh migran.
Belum lagi korban-korban pelanggaran dan kekerasan yang berhasil ditolong dan mendapat keadilan.
Ini adalah bentuk-bentuk kongkret kemenangan yang tercapai oleh buruh migran yang tak kenal lelah berjuang merebut kembali hak-haknya.
Pada peringatan HAM ke-68 tahun dan HMI ke-26 tahun, BMI kembali menuntut pertanggungjawaban pemerintah untuk menegakkan hak asasi manusia buruh migran dengan menerapkan Konvensi PBB tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya yang telah direvisi pada tahun 2012.
PBB saat ini sedang memproses kesepakatan baru bernama Global Compact demi meyakinkan komitmen semua negara menyelesaikan krisis migran dan pengungsi.
Untuk ini, hal pertama dan utama yang harus dilakukan pemerintah adalah berdialog dengan segenap kelompok buruh migran diluar negeri dan para pendukungnya tentang perlindungan hukum seperti apa yang dibutuhkan baik di Indonesia atau di negara penempatan.Pelayanan melalui kedutaan/konsulat/KDEI, Indonesia diluar negeri harus diberikan sesuai kondisi di negara-negara dimana Warga Negara Indonesia berada. Perbaikan dan peningkatan pelayanan bagi BMI saat ini menjadi tuntutan mendesak.
Pemerintah juga harus mendukung perjuangan buruh migran kepada negara penempatan untuk menuntut perbaikan kondisi kerja dan tinggal. Mulai dari perjuangan kenaikan gaji, melawan diskriminasi aturan visa, jam kerja, overcharging dan tuntutan lain.Namun diatas itu semua, harapan BMI adalah pulang ke kampung halaman.
Agar bisa terwujud, pemerintah harus segera mengentaskan rakyat dari kemiskinan, menyediakan lapangan kerja layak yang berkesinambungan, membangun industri yang memenuhi kebutuhan rakyat dan menghentikan segala bentuk perampasan, kekerasan terhadap rakyat.
Maka dari itu, JBMI-Taiwan menuntut:
– Cabut UUPPTKILN No. 39/2004 dan bebaskan BMI dari jeratan PJTKI.
– Hentikan overcharging, dan kembalikan uang kami.
– Berlakukan kontrak mandiri bagi semua BMI.
– Ciptakan sistem pengaduan dan penuntutan ganti rugi bagi korban overcharging dan human trafficking yang mudah.
– Sediakan jaminan dana pendidikan dan kesehatan bagi anggota keluarga dan BMI yang meninggal atau cacat ketika bekerja diluar negeri.
– Berikan kenaikan gaji sektor informal yang merata.
– Ciptakan UUTKP bagi sektor informal yang memihak perlindungan Buruh Migran
– Berikanlah Hak Upah Minimum
– Perbaiki proses pelayanan dan penempatan pada buruh migran
Sumber: JBMI-Taiwan
Foto: Atin Safitri