Jakarta, KPonline – Dunia pendidikan tanah air kembali dihebohkan pada 10 Agustus lalu. Permasalahan antara orang tua murid dengan guru kembali muncul. Dasrul, 52 tahun, guru teknik SMKN II Makassar harus dirawat di rumah sakit akibat dipukul oleh orang tua murid.
Pada saat jam pelajaran teknik kelas 2, Dasrul menegur seorang murid berinisial MAS karena tidak membawa peralatan menggambar. MAS kemudian mengeluarkan kata tidak sopan dan membentak Dasrul sebagai tanggapan. Menanggapi ketidaksopanan tersebut, Dasrul pun mengeluarkan MAS dari kelas sebagai hukuman yang wajar. Saat berjalan keluar kelas, MAS menyempatkan menendang pintu kelas dan kemudian terpeleset jatuh dengan sendirinya.
MAS melaporkan kepada orang tuanya kejadian yang berlainan dari fakta yang terjadi melalui telepon. MAS mengatakan ke orang tuanya kalau dia dipukul oleh pak Dasrul, gurunya.
Menanggapi cerita anaknya, Adnan Achmad, 43 tahun,yang alumni SMKN ll mantan murid Dasrul juga ayah dari MAS merasa tidak terima dengan apa yang dilaporkan anaknya. Segera Achmad datang ke sekolah.
Sesampai di sekolah dan kemudian bertemu Dasrul, Achmad yang menggunakan batu akik di jarinya memukul Dasrul tepat di hidung. Akibat pukulan, hidung Dasrul patah dan ada indikasi terganggunya saraf mata dan otak akibat luka di hidung tersebut. Hingga 16 Agustus, posisi Dasrul masih dirawat di RS Bhayangkara POLDA SULSEL. Atas kejadian yang menimpa dirinya, Dasrul pun sempat melapor ke MAPOLSEK Tamalate pada hari kejadian. Hingga kini laporan Dasrul masih dalam proses penyelidikan.
Menanggapi kejadian tersebut, Didi Suprijadi, Ketua PB PGRI, sangat menyesalkan akan peristiwa tersebut. “Yang miris adalah usaha memutarbalikan fakta bahwa Dasrul mukul duluan. Orang tua ini melaporkan balik pak Dasrul. Tindakan sewenang-wenang ini harus kita lawan secara kolektif dan tegas dengan mengatakan bahwa kami PGRI berdiri paling depan membela dan mengawal proses hukum hingga tuntas,” tegas Didi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Selasa, 16 Agustus 2016.
Sebagai wujud keprihatinan, PGRI menghimbau agar MAS untuk sementara tidak sekolah di SMKN ll dahulu. Himbauan PGRI tersebut pun menuai kecaman dari KPAI dan KOMNAS HAM. KPAI dan KOMNAS HAM menilai bahwa langkah yang diambil PGRI tidak tepat dan mengutamakan rasa egois.
Menanggapi kecaman tersebut, PGRI menjelaskan bahwa himbauan tersebut bukan hukuman bagi MAS, melainkan bentuk kasih sayang kepada MAS. PGRI takut jika MAS segera masuk sekolah , dia akan diperlakukan tidak baik oleh siswa-siswa di sekolah . Oleh karenanya, PGRI menyarankan hendaknya MAS diberikan pendidikan emosional di rumah oleh keluarganya terlebih dahulu.
“Mohon KPAI dan KOMNAS HAM bersama-sama memikirkan bagaimana masa depan anak ini untuk memperoleh haknya dalam pendidikan bukan malah mengecam PGRI menebarkan rasa tidak suka,” tutur Didi yang juga Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
PGRI juga menuntut pihak Achmad untuk ganti rugi atas biaya RS perawatan Dasrul. PGRI dan keluarga Dasrul bertekad tidak akan menerima bujukan damai dari pihak Achmad. Alasannya agar kasus ini menjadi pembelajaran bagi para siswa dan orang tua murid. Disamping itu, agar tidak terjadi lagi kriminalisasi terhadap guru.
Dengan situasi kedua belah pihak yang saling melaporkan, PGRI yakin bahwa pihak kepolisian akan bertindak profesional dan proporsional. “Kita harus bersama sama bersatu memperbaiki dunia pendidikan. Tidak ada yang haknya harus berlebihan. Jangan alihkan kasus pak Dasrul dengan kasus lain sebagai ikutannya. Keadilan harus ditegakan. Kasus Dasrul adalah pembelajaran untuk dunia pendidikan,” pungkas Didi. (T)