Jakarta, KPonline – Jika sungguh jumlah kaum buruh di Infonesia berjumlah 128 juta orang, maka jelas dan pasti kaum buruh dapat nenjadi faktor penting dalam Pemilu, Pilpres, maupun Pilkada. Kapan pun hendak dilaksanakan di Indonesia.
Lalu mengapa kaum buruh Indonesia belum bisa menjadi faktor penting yang patut diperhitungkan?
Agaknya masalah utama yang jadi penghambatnya adalah belum ada kesadaran serta pemahaman dari kaum buruh itu sendiri bila potensi yang ada di dalam dirinya sangat besar serta mampu ikut menentukan arah dari semua sektor kehidupan dalam berbangsa dan bernegara
Akibatnya menang dalam berbagai momen dan kesempatan, kaum buruh Indonesia yang mempunyai potensi sedakhsyat itu cuma jadi penonton atau sekedar penggenbira belaka, jika tidak elok disebut pelengkap derita saja.
Belum lagi potensi kaum buruh yang belum mendapat pekerjaan. Seperti pengangguran, mereka yang sedang kehilangan pekerjaan, sesungguhnya bisa mempunyai inisiatif berperan dalam pesta demokrasi agar dapat lebih mendatangkan manfaat bagi orang banyak. Utamanya bagi jaum buruh sendiri agar tidak sekedar menjadi penggembira belaka.
Hingga menjelang palaksanaan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif di Indonesia tahun 2019, belum ada inisiatif genial dari kaum buruh — termasuk serikat buruh — yang tampil menjadi pelopor untuk memberi aksentuasi penting yang patut dan bisa diperhitingkan oleh semua pihak yang memiliki kepentingan dalam pelaksanaan Pilpres maupun Pileg 2019.
Yang ada hanya riak kecil yang tetap pada posisi penggembira belaka. Bukan sebagai faktor penentu pada acara yang tetap bungah kita sebut pesta demokrasi.
Kelemahan kaum buruh Indonesia, mulai dari mengorganisasi diri hingga upaya kaderisasi aktivisnya yang tidak berjalan, jelas telah mengakibatkan kaum buruh Indonesia dengan segenap bentuk organisasinya yang stagnan — atau bahkan semakin terpuruk keberadaannya — sangat jelas sebagai akibat dari konsekuensi logis tidak adanya upaya pengenbangan yang lebih baik dan jitu menghadapi tantangan serta perkembangan zanan yang terus melesat.
Idealnya bagi kaum buruh Indonesia harus dapat dan bisa mengembangkan model organisasi yang mampu membangkitkan kesadaran kaum buruh. Mulai dari hasrat dan semangat berorganisasi hingga mampu melahirkan kader-kader yang tangguh untuk terus dan tetap melakukan pengembangan, baik dalam arti taktis maupun cara yang paling strategis hingga bisa memiliki pola dan model serta cara terampuh untuk membuat kaum buruh dan organisasinya kuat dalam tata kelola managemennya yang sehat.
Setidaknya pada era sekarang — setelah organisasi buruh terbebas dari bekenggu Orde Baru — semangat, etos kreatifitas dalam membangun kesadaran buruh maupun organisasi buruh tidak lagi relevan memakai cara lama dahulu.
Karenanya, cara, model hingga gaya dari segenap upaya membangun kesadaran buruh hingga kegairahan untuk berorganisasi dari segenap eksponen pemburuhan harus dan mesti ditemukan cara dan model hingga tata budayanya yang baru, yang dapat menjawab tantangan serta kehendak jaman.
Jika tidak, maka selamanya kaum buruh Indonesia tidak akan pernah bergeser posisinya dari kubangan yang sama.
Banten, 24 Agustus 2018
Penulis: Jacob Ereste, Pembina Utama Komunitas Buruh Indonesia & Wakil Ketua F. BKN SBSI