Labuhanbatu, KPonline – “Keadilan menjadi barang langka bagi Kaum Buruh”
“Kilas balik penegakan hukum PT. Fajar Tjia Labusel.
Oleh Anto Bangun
Sekretaris KC.FSPMI Labuhanbatu.
Azas Equality before the law yang merupakan manifestasi dari Indonesia sebagai Negara Hukum (Rechstaat) sehingga wajib adanya perlakuan yang adil dan sama kepada setiap orang di depan hukum (Gelijkheid van ieder voor de wet).
Menurunnya penerapan Asas Equality Before The Law dalam lapisan masyarakat utamanya kepada kaum Buruh disebabkan oleh adanya politik pluralisme hukum yang memberi ruang berbeda bagi hukum itu itu sendiri.
Adanya oknum-oknum aparat penegak hukum yang berwenang yang dapat mengenyampingkan hukum, oknum-oknum tersebut seharusnya menegakkan hukum, namun kewenangan yang ada padanya disalah pergunakan bisa saja karena adanya intervensi dari atasannya, unsur politik, birokrasi maupun materi atau uang.
Ketidak adilan penerapan hukum kepada pengusaha dan Buruh adalah sebuah fakta yang kerap terjadi, hal ini sebagaimana faktanya.
Ketika seorang Buruh diperusahaan, didapati melakukan kejahatan tindak pidana, yang merugikan perusahaan yang nilainya relatif kecil kemudian oleh perusahaan dilaporkan ke penegak hukum, maka proses hukumpun berjalan, tidak sampai tiga bulan perkarapun putus dipengadilan negeri, dan Buruh tersebut wajib menjalani hukuman kurungan, dan di Putus Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan tempatnya bekerja.
Saat publik mengkritisinya dengan mengatakan.
“Tega benar perusahaannya, masalah kecil pun harus dilaporkan ke Penegak Hukum”
Management perusahaan melalui humas dan kuasa hukum perusahaan menampik kritikan dari publik dengan mengatakan.
“Sebuah tindak pidana kejahatan tidak dilihat dan diukur dari seberapa besar nilai kerugian yang ditimbulkannya, karena yang dihukum adalah perbuatannya”
Benar dan kitapun sepakat, bahwa sebuah kejahatan tindak pidana yang dihukum adalah perbuatannya, tidak dilihat dari besar kecil nilai kerugian.
Penerapan hukum yang berbeda terjadi ketika pengusaha melakukan tindak pidana kejahatan yang merugikan kaum Buruh, proses hukumnya berjalan sangat lambat, bahkan sipengusaha bisa menolak ketika dipanggil oleh penegak hukum, alasannya macam- macam, sedang sakit, sedang diluar kota dan sebagainya.
Hal ini seperti perkara dugaan tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan yang diduga dilakukan oleh Perusahaan PT Fajar Tjia Desa Binanga II Kecamatan Silang Kitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan, kepada sejumlah Buruhnya.
Meski laporan sudah berjalan mendekati satu semester di Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara Wilayah- IV dan Polres Labuhanbatu perkara belum juga ada tindak lanjutnya.
“Pengusaha tetap tidak menghadiri panggilan dari pihak penegak hukum”
Pengawas ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara, dalan keterangannya, seperti yang termuat pada Media ini edisi 09 Juni 2021.mengatakan.
“Pengusaha PT Fajar Tjia tidak pernah sekalipun datang memenuhi panggilan dari Wasnaker, dan ketidak hadiran pengusaha ini bukan menjadi kendala bagi kami untuk melakukan proses hukum, berkas sudah selesai dan segera kami limpahkan ke Polres Labuhanbatu,”
Pernyataan dari Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara Wilayah-IV, melegakan hati, dan dapat disimpulkan mereka masih komitmen menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan belum terkontaminasi oleh unsur- unsur lain untuk melakukan peyimpangan didalam melakukan penegakan hukum ketenagakerjaan.
Sementara pernyataan L. Sinaga Penyidik Pembantu Reskrim Polres Labuhanbatu yang juga termuat pada Media ini Edisi 09 Juni 2021, mengatakan.
“Minggu depan segera kami tindak lanjuti, sebab pengusahanya masih diliuar kota Rantauprapat,”
Satu semester atau 6 Bulan bukanlah waktu yang singkat, semestinya proses hukum perkara sudah berjalan, dan ketika saksi tidak bersedia dipanggil oleh Penyidik maka Penyidik dapat menerapkan Pasal, 224 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:
dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
Selain itu Penyidik dapat melakukan pemanggilan paksa, dan tentang panggilan paksa ini sangat jelas diatur dalam Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya”
Dari fakta perkara dengan perlakuan yang berbeda ini, dapat disimpulkan bahwa.
“Azas Equality before the law” (persamaan yang adil dan sama dimuka hukum bagi semua orang) sesungguhnya masih menjadi sebuah misteri di Negeri ini, lebih tepatnya “Hukum tampil kejam kepada yang lemah, tajam kebawah tumpul ke atas”.
Penulis salah satu Kuasa Pendamping dari Buruh PT Fajar Tjia.