Mojokerto, KPonline – Munculnya Surat Edaran menteri ketenagakerjaan perihal penyampaian data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang didalamnya terdapat formula penghitungan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2019, menuai kecaman dan protes keras kaum buruh seluruh indonesia, begitu juga kaum buruh di Mojokerto.
” SE Menaker itu secara halus menginstruksikan kepada kepala daerah untuk menetapkan Upah minimum sesuai Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015. Judulnya saja penyampaian tapi isinya sebuah pemaksaan dan pengancaman, ” Ujar Ardian Safendra salah satu aktifis perburuhan di Mojokerto (19/10/2018) pada awak media.
Menurut Ardian yang juga Ketua FSPMI Mojokerto ini, Menaker telah gagal pikir sehingga bertindak ngawur dan arogan, akibatnya buruh sangat dirugikan serta akan memantik reaksi kemarahan kaum buruh.
” Menaker semakin ngaco saja. PP 78 telah nyata-nyata gagal tujuannya, buktinya PHK dimana-mana, tingginya disparitas upah dan pertumbuhan ekonomi juga tidak jadi meroket, eh…sekarang malah ditambah mengancam kepala daerah segala. Sebenarnya dia ngerti gak sih ruh undang-undang ketenagakerjaan? SE itu semakin memperkeruh situasi, akibatnya akan sangat fatal, ” Sungut Ardian.
Disebutkan dalam SE itu, Menaker mewajibkan penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) namun tidak mewajibkan menetapkan UMK. Kepala daerah bisa saja hanya menetapkan UMP, yang nilainya jauh lebih rendah dibandingkan UMK. Ini berlawanan dengan isi UU ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.
UMP sendiri ditetapkan selambatnya-lambatnya pada 1 November 2018, sedangkan UMK pada 21 November, keduanya terhitung akan berlaku mulai 1 Januari 2019. Didalam SE itu kenaikan upah tahun 2019 dipatok sebesar 8,03%, yang terdiri dari nilai inflasi 2,88% ditambah pertumbuhan ekonomi senilai 5,15%. Anehnya edaran itu sedikit pun tidak menyinggung mengenai upah sektoral/UMSK.
Selain itu, Menaker mendalilkan bahwa Penetapan Upah Minimum menggunakan formula penghitungan upah minimum adalah Program Strategis Nasional (PSN) yang masuk dalam paket kebijakan jilid IV. Berdasarkan Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah yang tidak menjalankan Program Strategis Nasional dapat dikenakan sanksi bahkan bisa diberhentikan. Semudah itu kah kepala daerah diberhentikan hanya karena penetapan upah?
” PSN gak cuma UMK tok, Jaminan Sosial salah satunya, tapi perlakuannya tidak seperti itu. Kayaknya baru kali ini ada SE kok isinya maksa dan ngancam. Ini pembodohan dan penindasan, kita akan lawan. ” Tegasnya berapi-api.
Linda, salah seorang buruh perempuan di Mojokerto juga ikut menanggapi. Menurutnya ditengah lesunya perekonomian, meroketnya dollar dan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, membuat kebijakan upah murah akan semakin melemahkan daya beli kaum buruh dan memperbesar kesenjangan sosial.
Kaum buruh menilai kenaikan upah sebesar 8,03 % sangatlah tidak rasional dan jauh dari layak. Tri layak yang digaungkan pemerintah tidak lebih dari janji palsu semata. Setelah sebelumnya harga BBM mengalami kenaikan, besar kemungkinan akan segera diikuti kenaikan tarif listrik dan LPG, tentunya juga akan semakin mengerek harga-harga kebutuhan lainnya.
” SE itu cacat, PP 78 itu gagal. Wong pemerintah saja tidak bisa menjamin harga-harga kebutuhan tidak naik kok upah mau dibatasi. Tahun 2019 ini, Kita minta UMK Mojokerto sebesar 4,2 juta, piye jal?, ” Pungkas pria yang pernah menyodorkan bukti efek dari PP 78 di kantor staff kepresidenan ini dengan mimik serius.
Kontributor Mojokerto
Herman/Slamet