Jakarta, KPonline – Setelah publik dikejutkan oleh dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum tenaga medis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung beberapa waktu lalu, hari ini masyarakat kembali digemparkan oleh kasus serupa. Seorang dokter spesialis kandungan di sebuah klinik di Kabupaten Garut, Jawa Barat, diduga melakukan pelecehan terhadap pasiennya saat pemeriksaan medis.
Saat ini, pihak kepolisian tengah menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter berinisial MF. Terduga pelaku masih dalam pencarian. Kasus ini mencuat setelah video berdurasi 53 detik yang memperlihatkan MF tengah melakukan pemeriksaan USG terhadap seorang perempuan menjadi viral di media sosial melalui unggahan akun Instagram @ppdsgramm pada Senin (14/4/2025).
Dalam waktu kurang dari 24 jam, video tersebut telah mendapatkan lebih dari 23 ribu tanda suka dan hampir 6 ribu komentar—sebagian besar berisi kecaman keras serta tuntutan keadilan.
Yang lebih memprihatinkan, sejumlah komentar di media sosial mengungkap bahwa ini bukan kali pertama MF melakukan tindakan tidak senonoh terhadap pasien. Beberapa individu menyatakan pernah menjadi korban dalam satu hingga dua tahun terakhir. MF disebut-sebut pernah praktik di Klinik Karya Harsa dan Rumah Sakit Annisa Queen di Garut. Bahkan, menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, laporan terkait tindakan MF sudah pernah diterima sejak tahun 2024 dan sempat melibatkan aparat penegak hukum.
Beberapa korban juga mengaku dijanjikan pemeriksaan USG 4D secara gratis dengan syarat tidak membawa suami. Salah satu korban mengungkap bahwa MF meremas payudaranya dengan dalih mempercepat proses persalinan—sebuah tindakan yang jelas tidak memiliki dasar medis dan merupakan bentuk kekerasan seksual.
Kami dari FSP FARKES-KSPI (Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) menyatakan keprihatinan mendalam dan kemarahan atas terus berulangnya kasus kekerasan seksual di lingkungan layanan kesehatan. Ini bukan sekadar pelanggaran etik profesi, melainkan juga pelanggaran hukum berat dan bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia.
Pelecehan seksual dalam pelayanan kesehatan adalah bentuk kekerasan berbasis relasi kuasa yang tidak bisa ditoleransi. Pasien berada dalam posisi rentan dan memberikan kepercayaan penuh kepada tenaga medis. Namun, kepercayaan itu justru dikhianati dan menimbulkan trauma fisik maupun psikologis yang mendalam.
Kami menuntut:
1. Proses hukum yang transparan dan tegas terhadap pelaku, tanpa ada upaya melindungi atas nama profesi atau institusi.
2. Investigasi dan evaluasi menyeluruh terhadap fasilitas tempat MF pernah berpraktik, termasuk Klinik Karya Harsa dan RS Annisa Queen, untuk memastikan apakah ada kelalaian institusi.
3. Reformasi sistem pengawasan etik profesi oleh organisasi profesi kedokteran serta manajemen fasilitas layanan kesehatan.
4. Penerapan prosedur pelayanan yang mengedepankan perlindungan pasien, seperti kehadiran pendamping saat pemeriksaan sensitif dan mekanisme pengaduan yang aman serta responsif.
5. Tindakan cepat dan nyata dari Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah, agar tidak ada lagi ruang aman bagi pelaku kekerasan seksual di fasilitas kesehatan manapun di Indonesia.
Kami juga menyampaikan dukungan penuh dan solidaritas kepada seluruh korban dan keluarganya. Kami memahami bahwa peristiwa ini sangat mengguncang secara emosional dan sosial. Semoga korban serta keluarga diberikan kekuatan dalam menjalani proses hukum dan pemulihan yang panjang. Tidak ada satu pun orang yang layak diperlakukan seperti ini—terlebih di tempat yang seharusnya menjadi ruang pemulihan dan kepercayaan.
FSP FARKES R-KSPI membuka diri untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga advokasi korban dan komunitas masyarakat, untuk memastikan kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali.
Kesehatan adalah hak rakyat. Namun hak itu akan kehilangan makna jika fasilitas kesehatan menjadi tempat yang tidak aman, terutama bagi perempuan.
Idris Idham, SE
Sekretaris Jenderal FSP FARKES R – KSPI