Karawang, KPonline – Hampir semua perempuan berpotensi pernah mengalami kekerasan yang merupakan wujud nyata dari ketidakadilan gender. Kekerasan terhadap perempuan ada dua pelaku yakni pelaku dari orang terdekat dan pelaku bukan orang terdekat (orang lain).
Banyak data atau pun permasalahan yang di terjadi kepada perempuan baik pekerja maupun non pekerja. Adapun dampak kekerasan terhadap perempuan yakni dampak secara fisik, dampak secara psikis, dampak secara sosial, dampak secara ekonomi dan dampak secara pendidikan.
Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan berdasarkan perbedaan jenis kelamin, mengakibatkan atau akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan secara fisik seksual dan psikologis termasuk ancaman paksaan, pembatasan kebebasan baik yang terjadi diarea publik maupun domestik (Kekerasan Dalam Rumah Tangga-KDRT).
Pada dasarnya kekerasan dapat menimpa siapa saja dan di mana saja. Baik laki – laki, perempuan ataupun anak – anak. Namun pada umumnya kekerasan ini terjadi pada perempuan. Kekerasan berbasis gender khususnya perempuan merupakan bagian fenomena sosial yang kian hari makin marak terjadi di kalangan masyarakat. Bahkan kekerasan terhadap perempuan, semakin meningkat, baik jumlah, bentuk dan modus operasinya yang semakin beragam. Perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, pornografi, eksploitasi terhadap pekerja migran, dan penelantaran, tampaknya akan terus ditemui dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.
Kekerasan terhadap perempuan ini merupakan wujud dari ketidakadilan gender yang terjadi karena seseorang berjenis kelamin perempuan dan seringkali kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasan berbasis gender.
Ada beberapa jenis kekerasan terhadap perempuan yaitu :
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
2. Traficking/Perdagangan dan Manusia
3. Kekerasan Dalam Relasi Personal/Dating Violence
Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di mana saja dan bahkan kepada siapa saja. Namun yang memiliki resiko tertinggi adalah perempuan. Namun bukan berarti laki – laki tidak akan bisa menjadi korban kekerasan berbasis gender. Hal ini bisa saja terjadi pada siapa pun, bahkan terjadi pada anak – anak. Maka dari itu perlu adanya kerja sama berbagai pihak, baik perempuan yang sering menjadi korban dari laki – laki. Kepada Intansi sebagai penegak hukum agar hal semacam ini tidak mudah terjadi kepada siapa pun dan menjadi perhatian yang serius terhadap perlindungan perempuan dari Pemerintah daerah maupun Pemerintahan Pusat.