Presiden Prabowo Subianto akhirnya mengumumkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5%. Keputusan ini memicu berbagai reaksi, baik dari kalangan pengusaha yang kecewa maupun dari serikat pekerja yang memberikan catatan khusus. Meski angka tersebut masih di bawah tuntutan buruh sebesar 8–10%, langkah ini dianggap sebagai pendekatan yang masuk akal dan berimbang.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang sebelumnya menuntut kenaikan lebih tinggi, memandang bahwa kenaikan ini lebih baik dibandingkan tren di tahun-tahun sebelumnya. Selama satu dekade terakhir, kenaikan upah buruh sering kali tidak mampu mengejar inflasi. Bahkan, pada periode 2019–2022, beberapa wilayah tidak mengalami kenaikan sama sekali meski inflasi terus berjalan.
Kini, dengan angka 6,5%, buruh akhirnya mendapatkan kenaikan yang melampaui inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan pencapaian penting yang patut diapresiasi, meskipun perjuangan untuk mendapatkan kebijakan pengupahan yang sepenuhnya adil masih jauh dari selesai.
Keputusan kenaikan ini turut dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Deflasi memberikan tekanan pada tingkat inflasi, sehingga formula penentuan upah yang didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indikator tertentu menghasilkan angka kenaikan yang relatif lebih rendah dari ekspektasi awal. Namun, ini justru menunjukkan bahwa kenaikan upah 6,5% cukup signifikan, karena tetap berada di atas angka inflasi saat ini.
Salah satu poin penting dari kebijakan ini adalah penegasan kembali pentingnya upah minimum sektoral. Pemerintah memastikan sektor-sektor tertentu akan mendapatkan perhatian lebih melalui penetapan upah sektoral yang lebih tinggi dibandingkan upah minimum provinsi (UMP) atau kabupaten/kota (UMK). Dalam proses ini, Dewan Pengupahan Daerah akan memainkan peran sentral.
Kebijakan upah sektoral membuka ruang bagi perbaikan pengupahan di sektor-sektor strategis. Misalnya, sektor tertentu bisa mendapatkan kenaikan hingga 15% di atas UMP atau UMK, bergantung pada hasil perundingan di Dewan Pengupahan. Dalam konteks ini, serikat pekerja memiliki tanggung jawab besar untuk memperjuangkan kesejahteraan anggotanya melalui perundingan yang strategis dan efektif.
Namun, keputusan ini bukanlah akhir dari perjuangan buruh. Serikat pekerja dan organisasi buruh akan terus memantau pelaksanaan kebijakan di tingkat daerah. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa janji-janji yang telah diumumkan presiden benar-benar terealisasi.
Selain itu, perhatian serius harus diberikan pada regulasi turunannya. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang akan diterbitkan harus sejalan dengan prinsip-prinsip yang telah diumumkan, sehingga tidak ada celah yang dapat merugikan buruh. Pelaksanaan kebijakan ini di daerah, terutama melalui peran Dewan Pengupahan, juga perlu diawasi agar berjalan transparan dan adil.
Kenaikan upah minimum 6,5% ini bisa disebut sebagai langkah awal menuju era baru kebijakan pengupahan yang lebih berkeadilan. Meskipun belum memenuhi seluruh harapan buruh, kebijakan ini memberikan harapan bahwa dialog antara pemerintah, pengusaha, dan buruh dapat menghasilkan keputusan yang lebih seimbang.
Ke depan, buruh harus tetap memperjuangkan kebijakan yang lebih progresif, termasuk penguatan regulasi upah sektoral dan perbaikan formula penghitungan kenaikan upah. Kesejahteraan buruh tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan komitmen kolektif dari semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan keadilan ekonomi.
Keputusan ini seharusnya menjadi momen refleksi bagi semua pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, dan buruh. Pemerintah perlu menjadikan kebijakan ini sebagai awal untuk reformasi yang lebih substansial, sementara pengusaha perlu memahami bahwa kesejahteraan buruh adalah investasi jangka panjang yang menguntungkan. Bagi buruh, keputusan ini adalah sinyal bahwa perjuangan yang konsisten dan terorganisir dapat membawa perubahan nyata.
Dengan memanfaatkan momentum ini, serikat pekerja memiliki peluang besar untuk terus mendorong kebijakan yang pro-buruh, memastikan setiap langkah menuju kesejahteraan berjalan beriringan dengan prinsip keadilan sosial.
Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, KSPI, dan Pimpinan Redaksi Media Perdjoeangan.