Makassar, KPonline – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memilih abstain dalam penetapan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Makassar 2025. Keputusan ini diambil karena Apindo menilai kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Makassar sebesar 6,5% menjadi Rp3.880.136 sudah cukup memberatkan.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar, Nielma Palamba menjelaskan bahwa perwakilan Apindo hanya menyetujui penetapan UMK dan tidak memberikan pendapat terkait UMSK.
“Teman-teman dari pihak Apindo hanya menyetujui upah minimum kota. Mereka tidak memberi pendapat atau abstain terkait upah minimum sektoral dengan pertimbangan bahwa upah minimum kota saja 6,5 persen itu sudah cukup memberatkan bagi mereka,” ujar Nielma pada Jumat, 13 Desember 2024.
Meskipun tanpa partisipasi Apindo, Dewan Pengupahan Kota Makassar tetap menetapkan UMSK untuk dua sektor :
• Sektor Pengolahan Makanan: Naik 1% dari UMK 2025, menjadi Rp3.918.938.
• Sektor Pengangkutan dan Pergudangan: Naik 1,5% dari UMK 2025, menjadi Rp3.938.338.
Nielma menambahkan bahwa UMSK sektor pengolahan makanan ini dikecualikan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Ini adalah upah minimum sektoral untuk pengolahan makanan dengan catatan dikecualikan untuk usaha mikro kecil menengah. Itu adalah catatan yang kami sepakati tadi,” jelasnya.
Keputusan ini akan direkomendasikan kepada Wali Kota Makassar dan selanjutnya diusulkan kepada Gubernur Sulawesi Selatan untuk ditetapkan. “Paling lambat tanggal 18 Desember sudah harus ada keputusan,” tambah Nielma.
Dari pihak Apindo, Muhammad Isnaini menyatakan bahwa kenaikan UMK sebesar 6,5% sudah sangat tinggi. Ia membandingkan dengan kondisi di Pulau Jawa, di mana upah minimum berkisar antara Rp2,1 juta hingga Rp2,3 juta.
“Kita bandingkan dengan kondisi di Jawa, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah itu hanya 2,1 juta. Tertinggi Jawa Timur 2,3 juta. Dengan kita perbandingan itu 68%. Kita di atasnya mereka. Kenapa ada ketimpangan seperti itu? Kita sudah terlalu tinggi,” ungkap Isnaini.
Isnaini mengkhawatirkan bahwa kenaikan upah yang signifikan dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan di Makassar menutup usahanya atau memindahkan operasional ke Pulau Jawa.
“Ini akan berakibat terjadi capital flight, akan tertutup perusahaan di sini, akan pindah ke Jawa. Nah, ini yang harus kita pikirkan. Harusnya dari serikat yang ada ini harus berpikir jauh, jangan hanya berpikir mau menaikkan UMP, harusnya yang diperjuangkan struktur skala upah,” tambahnya.
Meskipun demikian, Isnaini mengaku tetap menyepakati kenaikan UMK Makassar sebesar 6,5% sesuai ketentuan pemerintah pusat.
“Karena sudah ada aturan kenaikan 6,5% kita ikuti itulah. (Upah sektoral) Kita sih berharap tidak ada sektoral di Makassar, pertama, dari story kita tidak pernah menetapkan itu,” pungkas Isnaini.
Sebelumnya, kenaikan UMK Makassar 2025 ditetapkan dalam rapat pleno Dewan Pengupahan Makassar di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Makassar pada Jumat, 13 Desember 2024.
Kebijakan ini dituangkan dalam berita acara pleno yang ditandatangani oleh unsur Dinas Ketenagakerjaan Makassar, pengusaha, dan serikat pekerja.
“Kita sudah membuat berita acara terkait penetapan UMK tahun 2025 yang mana Bapak Presiden sudah menetapkan sendiri bahwa secara nasional baik provinsi, maupun kabupaten dan kota terjadi kenaikan 6,5%,” kata Nielma Palamba.