Bogor, KPonline – Seiring waktu perjalanan panjang gerakan buruh, satu persatu pemimpin buruh tumbang dihempas oleh situasi dan kondisi yang ada. Gerakan Buruh adalah gerakan sosial yang berdasarkan suatu kepentingan yang sama, yaitu kesejahteraan.
Adakah buruh yang tidak menginginkan kesejahteraan dalam takaran kenaikan taraf hidupnya? Saya yakin tidak ada. Semua buruh pasti menginginkan kesejahteraan. Tapi apakah parameter dalam menilai meningkatnya taraf hidup seorang buruh? Mari kita lihat dalam perspektif buruh yang sederhana saja. Tidak usah “muluk-muluk”.
Setiap hari dan setiap waktu, semua orang pasti membutuhkan 9 kebutuhan pokok atau lebih sering kita menyebutnya “sembako”. Apakah dengan kondisi ekonomi buruh yang sedang terpuruk ini, buruh-buruh mampu membeli “sembako” dengan harga murah? Atau dengan kata lain, sanggupkah buruh-buruh mencukupi kebutuhan pokok hidupnya sesuai dengan upahnya?
Dengan Check Of System (COS) yang diterapkan oleh beberapa serikat buruh/pekerja di Indonesia, ada beberapa serikat buruh/pekerja yang hingga saat ini masih tetap bertahan. Kenapa? Karena bagaimana pun juga, sebuah organisasi membutuhkan dana untuk bergerak dan menggerakkan putaran roda organisasi. Dan melalui organisasi serikat buruh/pekerja, cita-cita kaum buruh dalam memperjuangkan “kesejahteraan” dapat tercapai.
Bagaimana kalau Check Of System tadi dipergunakan untuk membangun ekonomi kaum buruh yang kontinyu dan berkelanjutan? Dan bagaimana jika ada anggota yang mempertanyakan kemana dan digunakan untuk keperluan apa, sebagai buruh yang menginginkan kesejahteraan melalui “jalan yang berbeda” pasti akan menjawab dengan tegas dan lantang, yaitu membangun usaha bersama demi kesejahteraan kaum buruh.
Kita semua mahfum dan maklum, jika sering kali gerakan kaum buruh agak sedikit berbau politis. Dan sudah menjadi rahasia umum, jika segala sesuatu yang ada didunia ini adalah hasil dari sebuah kebijakan politis. Dan tidak usah heran jika harga-harga kebutuhan pokok adalah hasil dari sebuah kebijakan politis. Dan dimanakah korelasi antara gerakan politis kaum buruh dengan sebuah kebijakan politis atas harga-harga kebutuhan pokok? Dan di garis itulah Kaum Buruh seharusnya mempertahankan dan mempersiapkan gerakan perjuangan Kaum Buruh yang sebenar-benarnya.
Ekonomi dan Politik saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Kondisi ekonomi suatu negara dapat mempengaruhi “kebijakan politik” suatu negara. Contoh kekinian yang sering muncul di media sosial salah satunya adalah kondisi negara Indonesia yang saat ini sedang membutuhkan “suntikan dana segar” dari negara-negara pendonor. Dengan dalih pembangunan infrastruktur dan perbaikan infrastruktur, negara mendapatkan “tekanan politik” dari negara-negara pendonor dalam bentuk membuat Paket Kebijakan Ekonomi yang tentu saja tidak berpihak kepada rakyat.
Dalam pandangan awam, hal ini memang tidak berdampak dalam kurun waktu jangka pendek, tapi jika ditelisik lebih lanjut Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan oleh negara ternyata hanya menguntungkan sebagian kalangan tertentu dan tidak berpihak kepada rakyat. Apakah argumentasi ini sepenuhnya benar? Bisa saja salah dan mungkin saja tidak benar. Tapi dalam perspektif yang realistis (melihat langsung kondisi rakyat yang sebenarnya) hal ini memang benar-benar terjadi.
Ketimpangan sosial dan ekonomi akibat dari kebijakan politik yang “salah kaprah” akan terus membuat dampak negatif yang lebih dalam. Saran jangka pendek untuk mengatasinya salah satunya adalah, kembalilah ke jalan yang benar. Dan kegiatan yang harus terus dilakukan oleh pemimpin negara atau pejabat negara dari yang terendah hingga yang tertinggi salah satunya adalah “blusukan”.
Kembalilah ke jalan yang benar dengan melakukan apa yang dulu pernah dilakukan. Dan jangan pernah dilakukan hanya untuk “pemantas” atau “pemanis wajah” saja. Lakukanlah dari hati dan dengarkanlah “Suara Rakyat” yang beberapa tahun ini sedang menjerit. Tinggalkan pencitraan yang sudah usang itu dan kerja, kerja, dan kerja.
Bukankah Anda sendiri yang mengatakan kepada kami, Pak Joko Widodojaka?