Ketua FSPMI Purwakarta Dibuat Meradang Oleh Sikap Apindo

Ketua FSPMI Purwakarta Dibuat Meradang Oleh Sikap Apindo

Purwakarta, KPonline-Rapat perdana Dewan Pengupahan (Depekab) yang berlangsung di Kantor Disnakertrans Purwakarta sedikit membawa kabar tak sedap bagi kelas pekerja atau kaum buruh Purwakarta.

Dalam rapat, unsur pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sempat menyatakan nilai kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebesar 6,5 persen sudah terlalu tinggi dan berharap kepada pemerintah agar tidak menaikkan upah minimum di Purwakarta melebihi 6,5 persen.

Bacaan Lainnya

Bahkan, Apindo yang dikomandoi Gatot Prasetyoko pun juga menginginkan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), ditiadakan.

Mendengar kabar tersebut, membuat Fuad BM sebagai Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC-FSPMI) Purwakarta meradang. Reaksi sikap perlawanan pun akan ditunjukkan pada rapat depekab selanjutnya.

“Jumat kita (FSPMI) harus all-out melakukan pengawalan rapat. Bagi anggota yang pulang kerja, tolong jangan pulang ke rumah masing-masing dahulu. Namun, langsung ke kantor Disnakertrans, mengawal jalannya rapat,” imbuh Fuad BM.

Ia menegaskan, Kawal UMK dan UMSK. Untuk UMK, serikat pekerja minta naik 8 persen dan UMSK naik 8 – 11,5 persen. “Kalau tidak sekarang, selamanya pengupahan di Purwakarta tidak ada UMSK,” pungkasnya.

“Kita kepung Disnaker dan kantor bupati. Ingat hari Jumat selepas pulang kerja, seluruh anggota (FSPMI) tolong dengan dikawal Garda Metal dari setiap pimpinan unit kerja (PUK) masing-masing, instruksikan kepada seluruh anggota bahwa selepas pulang kerja, konvoi ke Disnaker. Kemudian lanjut ke kantor bupati. Kita kawal sampai malam,” ujarnya.

#Sejarah dan Dasar Hukum UMSK

UMSK pertama kali diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor-sektor dengan karakteristik kerja spesifik. Namun, perjalanan UMSK dalam regulasi cukup berliku. Sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 (Omnibus Law), UMSK dihapus melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk menyederhanakan sistem pengupahan di Indonesia. Namun keputusan ini menuai banyak kontroversi, khususnya dari serikat pekerja yang menilai bahwa hal ini mengurangi perlindungan bagi pekerja sektor tertentu.

Namun, pada akhir Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 168/PUU-XXII/2024 memutuskan untuk mengembalikan kewajiban pemberlakuan UMSK. Putusan ini dianggap sebagai angin segar bagi pekerja di sektor-sektor yang bergantung pada UMSK sebagai penyesuaian terhadap biaya hidup dan tuntutan kerja yang lebih tinggi. MK juga menegaskan bahwa pengaturan ulang UMSK diharapkan mampu menciptakan keseimbangan dalam hubungan industrial.

Kembalinya UMSK merupakan kemenangan dalam memperjuangkan hak atas upah yang sesuai dengan sektor industri dan standar kebutuhan hidup yang lebih baik. Pekerja di sektor industri khusus mendapatkan jaminan upah yang lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Kembalinya UMSK juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik dan mengurangi ketimpangan upah di berbagai sektor.

Pos terkait