Kisah Cinta Penuh Rahasia

Kisah Cinta Penuh Rahasia
cerita cinta

Aku tak tahu, apakah kisah cinta seperti ini layak untuk diceritakan. Kamu tak akan mempercayainya. Tetapi jika kamu terus memaksa, baiklah, aku menyerah.

Begitulah. Akhirnya sore itu, kuceritakan semuanya kepadamu. Meski dengan berat hati. Padahal aku sudah berjanji kepada dia untuk menyimpan kisah ini untuk diri sendiri.

Dia menyebutnya KITA. Ini memang tentang dua orang. Tentu saja, laki-laki dan perempuan.

Dia, maksudku perempuan itu, mengaku mencintai si lelaki. Tetapi percintaan antara mereka tidak untuk saling memiliki. Kisah seperti ini sudah lama ada; tetapi tetap saja sulit dipahami. Bahkan hingga saat ini.

“Bagaimana bisa, dua orang yang saling mencintai, tetapi tidak ada hasrat untuk saling memiliki?” Kamu memotong penjelasannku. Tak sanggup menahan rasa ingin tahu.

Tetapi memang itulah yang terjadi. Kisah cinta selalu diliputi misteri. Tidak ada definisi baku mengenai apa itu cinta. Semua orang berhak memiliki tafsirnya sendiri. Bahkan kamu bisa mengatakan mencintai seseorang, yang sama sekali tidak ada dalam hatimu. Hanya karena kamu bernafsu agar seseorang itu bisa takluk dalam pelukanmu.

Sudah kubilang sejak awal, kamu akan sulit mempercayainya. Tetapi baginya, yang menjalani sendiri kisah ini, tidak ada yang rumit. “Aku tak pernah meminta menjalani percintaan seperti ini? Jalani saja apa adanya,” dia pun tak mau mempersulit diri sendiri.

Lelaki itu bukan orang kaya. Jika ada polling untuk menentukan pilihan antara tampan dan tidak tampan, aku bisa membayangkan, 99 persen akan memilih tidak tampan. Sisanya, yang 1 persen ada dua kemungkinan: kasihan jika harus mengatakan tidak tampan atau memang yang bersangkutan memiliki kelainan. Beberapa bulan lalu, laki-laki itu baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 62.

Jika perempuan itu lebih memilihnya dan bukan memilihmu yang terbiasa berganti pacar tiap bulan, mustinya kamu sadar: ada satu jenis wanita yang tidak mensyaratkan harta dan rupa untuk mencinta.

“Jadi gimana. Apa kamu masih mengharapkannya? Asal kamu tahu, laki-laki itu sudah menjamahnya…” Aku menekankan pada kata-kata terakhir. Berharap kamu akan membencinya setengah mati.

“Apa bedanya denganku? Aku juga bukan orang suci. Aku tetap menginginkannya sebagai pendamping hidupku.”

Aku tahu, selama ini banyak gadis yang sengaja menjatuhkan diri ke pelukanmu. Mereka bertingkah seperti ular, mendesis dan mengejarmu, lalu mematok ubun-ubunmu dengan bisa yang tidak mematikan. Kamu memang bisa berganti pasangan dengan gampang, lalu sambil tertawa-tawa bangga bercerita kepada teman-temanmu saat para wanita itu mengiba agar tidak kau ditinggalkan.

Tetapi dengannya? Kamu meratap pun dia tak memperdulikanmu. Padahal kalau dipikir-pikir, kurang apa kamu? Jabatan bergengsi, gaji besar, dengan kehidupan yang mapan.

“Aku akan memecatnya. Tidak akan memperpanjang kontrak kerjanya.” Aku terperanjat. Urusan pekerjaan disangkut-pautkan dengan percintaan. Tetapi bukankah begitu hukum alam bekerja? Yang kuat akan menggunakan kekuatannya untuk menekan yang lemah.

Seperti bisa membaca pikiranku, kamu akhirnya berkata. Sinis. “Katakan padanya, aku tidak baper. Aku ingin bekerja profesional dan tidak terganggu dengan keberadaannya.”

Aku tahu kamu terpukul. Cowok berbadan kekar berusia 26 tahun kalah telak saat bersaing dengan kakek berumur 62 tahun ketika memperebutkan cinta sejati gadis pujaan.

* * *

Aku masih ingat ketika memperkenalkan dia kepadamu untuk pertama kali.

“Temanku,” kataku saat itu. Dia butuh pekerjaan. Sulit sekali mencari kerja di zaman ini hanya dengan mengandalkan ijazah SMA. Bukan tentang ijazah sebenarnya. Sarjana pun makin sulit mencari kerja.

Wajahmu berbinar. Menunjukkan sikap paling ramah yang pernah aku lihat. Di hadapan orang yang kita suka, secara otomatis akan membuat kita gembira.

Hanya selang sehari setelah pertemuan itu, dia akhirnya bekerja di perusahaan yang kamu pimpin. Dengan posisi yang tak tanggung-tanggung: Sekretaris Pribadi Direktur Pemasaran.

* * *

Selang beberapa hari, perempuan itu mengundurkan diri. Bukan karena tahu akan dipecat atasannya. Dia mengundurkan diri dengan menyampaikan surat undangan warna merah jambu. Pernikahannya akan dilangsungkan dalam beberapa hari ke depan. Namaku dan namanya ada dalam surat undangan itu — sebagai sejoli.

Hari ketika dia mengundurkan diri, kamu meneleponku. Marah paling marah kamu luapkan kepadaku. Memaki-maki, membangsat-bangsatkan, membajingan-bajingankan.

Aku heran. Seeorang bisa kehilangan akal sehatnya jika sudah dirasuki virus bernama cinta. Jika benar kamu menganggap aku sahabatmu, mestinya kamu bangga jika dia menikah denganku.

“Kau bilang dia mecintai lelaki tua renta,” katamu. Saat mulai mengendalikan diri. “Dasar kau tak berguna. Pagar makan tanaman.”

Aku tak menjawab. Memilih untuk mematikan telepon dan menghisap rokok pelan. Kamu berusaha meneloponku, sebelum akhirnya aku blokir nomormu.

Bajingan sepertimu, yang berulang kali membodohi buruh-buruh perempuan dengan iming-iming akan diperpanjang kontrak atau diangkat karyawan tetap memang pantas diberi pelajaran.

Hari Perempuan Internasional. Kamis, 8 Maret 2018