Konsolidasi Gerakan Jelang Putusan MK

Konsolidasi Gerakan Jelang Putusan MK
(KSPI) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Menelusuri Dampak Buruk Omnibus Law UU Cipta Kerja Terhadap Kepentingan serta Hak-Hak Kaum Buruh”, pada hari Rabu tanggal 31 Juli 2024. Foto: KSPI Media Center/Ocha

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Menelusuri Dampak Buruk Omnibus Law UU Cipta Kerja Terhadap Kepentingan serta Hak-Hak Kaum Buruh”, Rabu (31/7). Seminar Nasional ini dihadiri 50 orang perwakilan dari 11 federasi afiliasi KSPI. Acara ini diselenggarakan menjelang putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review UU Cipta Kerja, dengan tujuan utama untuk mendiskusikan dan mengevaluasi dampak negatif dari UU Cipta Kerja terhadap hak-hak dasar pekerja serta mencari solusi terbaik untuk melindungi kepentingan dan hak-hak buruh.

Dalam seminar ini terungkap, bahwa dampak buruk UU Cipta Kerja itu nyata. Sehingga diperlukan perjuangan yang lebih masif untuk membatalkan beleid yang dijului sebagai UU Cilaka ini.

Menyikapi hal itu, federasi afiliasi KSPI merekomendasikan beberapa langkah yang bisa diambil.

Perwakilan dari FSP Farkes Reformasi menyoroti bahwa kualitas Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang mengalami penurunan akibat UU Cipta Kerja. Untuk itu, penting memperkuat kualitas PKB untuk membendung dampak buruk UU ini. Selain itu, perlu meningkatkan kemampuan negosiasi dengan memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM). FSP Farkes Reformasi juga menyarankan agar kampanye penolakan UU Cipta Kerja ditingkatkan sehingga kesadaran untuk mengawal sidang Mahkamah Konstitusi bisa dimaksimalkan oleh federasi.

 

Perwakilan dari FSPMI menegaskan bahwa dampak buruk UU Cipta Kerja sangat nyata dan telah dirasakan oleh pekerja. Untuk itu, FSPMI menekankan bahwa momentum putusan Mahkamah Konstitusi adalah final, oleh karena itu perlu dilakukan aksi besar dan konsolidasi mulai dari sekarang untuk mempersiapkan perlawanan yang lebih masif.

Perwakilan dari SPN menekankan pada langkah konkret yang harus diambil jika gugatan diterima atau ditolak. Mereka mengusulkan adanya persiapan untuk melakukan mogok nasional sebagai respon terhadap hasil putusan, dengan tujuan menekan pemerintah agar mendengarkan suara pekerja.

Sementara itu, perwakilan dari FSP Farkes KSPI menyoroti tugas Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang menguji apakah UU bertentangan dengan UUD. Mereka mempertanyakan apakah UU ini benar-benar menyejahterakan rakyat atau justru bertentangan dengan UUD. Mereka menekankan pentingnya menjaga konstitusionalitas undang-undang dalam rangka melindungi hak-hak pekerja.

Dari FSP Pariwisata Reformasi mengutip Pasal 9 dalam UUD 1945 tentang sumpah jabatan presiden untuk dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya, serta memegang teguh Undang-Undang Dasar. Sementara itu, kebijakan yang merugikan rakyat bertentangan dengan konstitusi. Untuk itu, FSP Pariwisata menyarankan agar KSPI membuat pernyataan bahwa Presiden melanggar sumpah jabatan dan mengadukan hal ini ke DPR.

Sementara itu, perwakilan dari FSP ASPEK Indonesia menyarankan untuk menggandeng mahasiswa yang nantinya akan masuk ke dunia kerja, dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka dalam perjuangan buruh. ASPEK juga mengusulkan untuk membuat aksi yang menarik dan kreatif agar mendapatkan perhatian lebih luas dari masyarakat dan media.

Dari SBPI mengungkapkan bahwa banyak anggota mereka yang mengalami PHK akibat implementasi UU Cipta Kerja. SPBI mengusulkan untuk mendesain gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa dan membuat flyer yang disebarluaskan menjelang putusan Mahkamah Konstitusi, dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan dukungan dari publik.

Perwakilan dari FPTHSI menyoroti bahwa Omnibus Law berdampak negatif pada tenaga honorer, yang selama ini sudah dalam posisi rentan. FPTHSI menekankan pentingnya memperjuangkan hak-hak tenaga honorer agar mendapatkan perlindungan yang layak.

 

Perwakilan dari FSPKEP menekankan pentingnya mengamankan anggota agar tidak dirugikan oleh implementasi UU Cipta Kerja. Selain itu, mereka juga menyoroti bahwa melumpuhkan ekonomi bisa lebih efektif sebagai bentuk protes, tetapi syaratnya adalah harus kompak dan solid. Dalam hal, ini, peranan media sangat penting dalam mengkampanyekan penolakan terhadap UU ini dan menyuarakan kepentingan buruh.

Perwakilan dari FSP ISSI menyarankan agar massa aksi harus lebih militan dalam menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Serikat Pekerja yang berbasis industri semen ini menekankan pentingnya kekuatan dan keberanian dalam memperjuangkan hak-hak buruh.

Perwakilan dari FSPPMI menekankan pentingnya meneguhkan kebersamaan dan kesolidan dalam perjuangan melawan ketidakadilan yang disebabkan oleh UU Cipta Kerja. Mereka menekankan bahwa hanya dengan persatuan dan kesolidan, para pekerja dapat menghadapi tantangan yang ada.

Seminar Nasional yang diselenggarakan KSPI ini menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja memiliki banyak dampak negatif terhadap hak-hak dasar pekerja. Melalui diskusi dan evaluasi yang mendalam, KSPI dan federasi afiliasinya berharap dapat menemukan solusi terbaik untuk melindungi kepentingan dan hak-hak buruh serta menguatkan perjuangan menolak ketidakadilan.

Pandangan dari masing-masing federasi menunjukkan beragam strategi yang bisa diambil untuk menghadapi dampak buruk UU Cipta Kerja, mulai dari penguatan PKB, kampanye penolakan, aksi besar, hingga mogok nasional. KSPI juga menekankan pentingnya menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, dan memanfaatkan peran media untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan publik.

Dengan momentum putusan Mahkamah Konstitusi yang semakin dekat, KSPI dan federasi afiliasinya bersiap untuk mengambil langkah-langkah konkret guna memastikan bahwa kepentingan dan hak-hak buruh tetap terlindungi. Mereka berkomitmen untuk terus berjuang dan mengawal proses ini dengan penuh semangat dan kebersamaan