Penulis : Prihanani
Wakil Presiden FSPMI bidangHubungan Luar Negeri
Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan merupakan salah satu kebijakan yang krusial dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu serta anak di Indonesia. Fase seribu hari pertama kehidupan, yang mencakup periode kehamilan hingga anak berusia dua tahun, merupakan masa yang sangat kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan, pelayanan kesehatan, dan dukungan nutrisi yang memadai bagi ibu dan anak.
Namun, Undang-Undang ini mengalami tumpang tindih dengan peraturan lain seperti Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Ditemukan beberapa ketidaksesuaian dan tumpang tindih yang signifikan antara RUU KIA dan Undang-Undang Kesehatan No. 17 tahun 2023.Di dalam UU Kesehatan, kesejahteraan ibu dan anak dijelaskan pada pasal 22, pasal 40, pasal 41, pasal 43 yang juga mengatur terkait hak kesehatan ibu dan anak. Pemberian ASI juga telah diatur dalam UU Kesehatan pasal 42.
Sedangkan dalam UU ketenagakerjaan, Pasal 82 ayat (1) UU 13/2003 telah mengatur dan memberi hak cuti melahirkananak selama 3 bulan, yaitu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. Pasal 82 ayat (2) telah mengatur dan memberi hak cuti keguguran kandungan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Kemudian Pasal 93 ayat (2) huruf c jo. ayat (4) huruf e telah mengatur dan memberi cuti pendampingan suami selama 2 hari. Semua cuti ini dibayar dengan upah penuh ..
Bahkan apabila pemberi kerja (pengusaha) tidak memberi cuti melahirkan selama 3 bulan dan cuti keguguran selama 1,5 bulan, pemberi kerja dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta. Dan apabila pemberi kerja tidak memberi cuti pendampingan bagi suami ketika istrinya melahirkan atau keguguran kandungan, pemberi kerja dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta. (Lihat Pasal 185 dan Pasal 186 Bagian Kedua Bab IV Lampiran UU 6/2023).
Sedangkan di UU KIA tidak menyebutkan sanksi, dan penambahan cuti melahirkan pada perempuan menjadi 3 bulan, tetap harus memenuhi syarat yang bisa diterima oleh Perusahaan. Yaitu surat keterangan dokter bahwa ada permasalahan pada Ibu melehirkan tersebut dan atau Bayi yang dilahirkan. Pada bulan ke 4, UU ini menyebutkan masih mendapatkan upah penuh, dan 75% di bulan ke 5 dan ke 4. Di UU 13/2003 juga ada pasal yang tentang sakit berkepanjangan yang dibayar upah penuh selama 3 bulan pertama dan berkurang 75% di 3 bulan berikutnya dan seterusnya.
Penitipan Anak :Undang-Undang di bidang ketenagakerjaan telah mewajibkan setiap perusahaan untuk memberikan kenaikan upah setiap tahun bagi pekerjanya berdasarkan struktur dan skala upah (SUSU). Namun dalam banyak praktek regulasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karenanya negara harus hadir memberi tambahan kesejahteraan bagi setiap warganegara. Dan tidak kalah penting negara harus hadir memberi upaya dan perlindungan terhadap anak pasca ibu yang melahirkanya telah selesaim enjalani masa cuti melahirkan dan harus kembali melakukan pekerjaannya di tempat kerjanya. Sedangkan ayah si anak juga bekerja.
Ruang Laktasi Pasal 128 ayat (3) UU 36/2009 tentang Kesehatan telah mengatur bahwa penyediaan fasilitas khusus (ruang laktasi) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum .. Kemudian Pasal 10 Permenkes Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu lbu telah pula mengatur syarat-syarat standard ruang laktasi, dan juga Pasal 11 telah mengatur peralatan Ruang ASI.
UU ini juga menyebutkan tentang jaminan Kesehatan bagi anak yang dilahirkan, tidak dijelaskan bahwa anak yang baru lahir, sebelum didaftarkan menjadi peserta KIS pembiayaan kesehatannya menjadi tanggung jawab siapa? Disini hanya disebutkan sesuai UU yang berlaku. Sedangkan UU yang berlaku adalah akan di cover oleh BPJS jika sudah didaftarkan. Sering terjadi kasus bayi baru lahir memerlukan perawatan intensive karena ada sakit bawaan.
UU ini juga diskriminatif terhadap pekerja informal. Berdasarkan BPS pada februari 2021 jumlah pekerja informal di Indonesia mencapai 59,62%. Dan samasekali tidak ter cover dalam UU ini.
Belum lagi soal proses perumusan sampai dengan disahkannya UU ini minim pelibatan Masyarakat. Serikat pekerja hanya dilibatkan dalam konsep awal saja. Sehingga tidak mendapatkan informasi yang jelas bahkan tentang perubahan judul dari UU ini yang semula RUU kesejahteraan ibu dan anak, menjadi Undang undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan.
Jadi menurut saya undang-undang ini tidak ada manfaatnya karena hanya pengulangan dari undang-undang yang sudah ada. Padahal masih ada RUU penting yang sudah madeg bertahun di DPR yaitu RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), dan issue – issue penting lain seperti ratifikasi konvensi ILO No. C-190 tentang pengakuan hak hak setiap orang terhadap dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan.