Jakarta, KPonline – Meskipun Undang-undang Pengampunan Pajak tersebut sudah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI, pada Selasa (28/6), tetapi buruh tetap menolak Undang-undang tersebut. Pengesahan Undang-undang Pengampunan Pajak telah menciderai rasa keadilan bagi kelompok masyarakat yang taat membayar pajak, termasuk kaum buruh.
“Buruh itu orang yang taat membayar pajak (PPh 21). Bahkan sebelum gajinya diterima, sudah dipotong untuk membayar pajak,” kata Presiden KSPI dan deklarator RRI Said Iqbal.
Masih menurut Iqbal, seharusnya Negara malu mengampuni para pengemplang pajak demi mengejar pendapatan pajak dengan “menggadaikan hukum”.
Said Iqbal menyampaikan, setidaknya ada 6 (enam) alasan KSPI menolak Tax Amnesty.
Pertama, UU Tax Amnesty tidak menjamin meningkatkan pemasukan pajak yang saat ini minus. Bahkan buruh tidak percaya target 165 T akan tercapai dengan cara ini.
Kedua, repatriasi dana yang datang dari luar negeri pun belum bisa dihitung besarannya. Seharusnya pemerintah membuat “base on” data yang benar dan tepat dulu, bukan asumsi. Apalagi data Kemenkeu dan BI saja berbeda.
Ketiga, UU Tax Amnesty hanya akan menguntungkan bagi pengemplang pajak, pengemplang dana BLBI, dana “ilegal dan haram” karena isu ini dihapus dalam pasal 20. Apalagi, era keterbukaan informasi bagi negara G20 pada akhir 2016, tidak ada tempat yang aman bagi koruptor masa kini dan akan datang untuk menyembunyikan dan memarkir uangnya diluar negeri.
Keempat, pengalaman di beberapa negara seperti Italia yang pernah menerapkan UU Tax Amnesty pd 2001, mampu menarik dana sekitar 60 miliar euro, namun sayangnya dana tersebut keluar kembali setelah pemiliknya memperolrh pengampunan pajak. Begitupula dengan India. Mayoritas negara-negara yang menerapkan tax amnesty telah gagal. Tetapi kenapa indonesia malah baru menerapkan?
Kelima, persoalan Tax Amnesty adalah persoalan ketaatan hukum. Jadi “jangan dibarter” dengan tax amnesty.
Keenam, para buruh dan pengusaha kecil saja dikenakan pajak, tidak pernah ada pengampunan bahkan nilai PTKP buruh masih rendah dan puluhan juta buruh penerima upah minimum terkena pemotongan pajak. Apakah ini adil?
“Jelas, UU Tax Amnesty beraroma pemodal,” tegas Iqbal. (*)