Jakarta,KPonline – Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) mengungkapkan sedikitnya ada 3.100 pabrik rokok tutup dan 32.000 pekerja di PHK. Di mana sebagian besar dari mereka adalah pelinting.
Ketua FSP RTMM Sudarto mengatakan, pemecatan terhadap puluhan ribu pelinting tersebut ternyata belum diikuti ketersediaan lapangan kerja baru bagi mereka. Para pelinting pun sulit bersaing jika harus beralih ke lapangan pekerjaan baru.
Menurutnya, sampai sekarang belum tersedia lapangan pekerja pengganti untuk pelinting. Karena pendidikan dan keterampilan terbatas, mereka tidak bisa begitu saja pindah kerja ke sektor lain atau bersaing dengan pencari kerja di sektor lain.
“Negara perlu hadir untuk mereka. Karena dalam rentang 2006-2016, sedikitnya 3.100 pabrik tutup dan 32.000 pekerja di PHK,” tuturnya dalam keterangan yang diterima Redaksi KPonline, Rabu (4/7/2018).
Dia melanjutkan, berhentinya pada pekerja karena hampir seluruh pabrik yang ditutup merupakan pabrik sigaret kretek tangan (SKT). Data jumlah pekerja yang diberhentikan dikhawatirkan lebih banyak, sebab ada sejumlah pabrik yang tidak tergabung di asosiasi dan data mereka tidak terpantau.
Sudarto mengatakan, solusi untuk masalah itu harus komprehensif. Pemerintah harus melihat hingga ke akar masalahnya yakni semakin berkurangnya pabrik SKT.
Kini, berbagai kebijakan pemerintah memang tidak ramah SKT. Dengan berbagai alasan, pemerintah mendorong penurunan konsumsi rokok khususnya SKT.
“Karena karakter produknya, konsumsi SKT butuh waktu lebih lama dibandingkan konsumsi sigaret kretek mesin (SKM). Padahal, berbagai regulasi mendorong waktu konsumsi rokok semakin singkat. Akibatnya, semakin banyak orang beralih ke SKM dan SKT ditinggalkan,” ujarnya.