Bekasi, KPonline – Ternyata penelitian memprediksikan ada kelahiran bayi sekitar 350 – 400 anak per tahun yang lahir dengan kondisi atresia bilier bukan isapan jempol. Hal ini juga dibuktikan dengan semakin banyaknya anak anak penderita atresia bilier yang ditemukan oleh para relawan Jamkeswatch khususnya di beberapa daerah sekitar ibukota Jakarta.
Kondisi ini cukup membuat miris, mengingat biaya pengobatan atresia bilier cukup mahal dan tidak semua ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Sehingga menyebabkan keluarga pasien harus merogok kantong lebih dalam untuk membiayai pengobatan ini.
Atresia bilier adalah kondisi tertutupnya saluran empedu pada bayi yang baru lahir. Meskipun kondisi ini jarang terjadi, atresia bilier termasuk kondisi serius yang berbahaya.
Saluran empedu adalah saluran yang membawa cairan empedu dari hati ke usus 12 jari. Cairan empedu berperan dalam proses pencernaan lemak dan vitamin larut lemak, seperti vitamin A, D, E dan K. Cairan empedu juga berfungsi membuang racun dan zat limbah lain keluar dari tubuh.
Pada bayi dengan atresia bilier, cairan empedu tidak bisa mengalir ke usus karena tertutupnya saluran tersebut. Akibatnya, cairan empedu menumpuk di dalam hati. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan hati, sehingga terbentuk jaringan parut (fibrosis), yang bisa mengakibatkan sirosis. Tertutupnya saluran empedu ini dapat terjadi ketika masih di dalam organ hati maupun ketika sudah keluar dari organ hati.
Bayi dengan atresia bilier akan terlihat normal saat lahir, namun pada minggu kedua atau ketiga setelah dilahirkan, bayi akan mengalami penyakit kuning. Berat badan bayi juga masih normal selama satu bulan setelah dilahirkan, namun kemudian akan mulai menurun. Penyakit kuning yang dialami seiring waktu juga akan bertambah parah.
Saat ini ada satu lagi ditemukan oleh relawan Jamkeswatch Bekasi anak penderita atresia bilier bernama Fakhirah Nadhifa Qoriah yang berusia 8 bulan menderita atresia bilier yang merupakan anak dari Linda beralamat di RT.03/18, desa Setia Mulya, kecamatan Tarumajaya, kabupaten Bekasi. Sekarang si mungil Fakhirah sedang melakukan perawatan sendiri selepas operasi perdana pada usia 4 di RSCM.
Dengan kondisi semampunya, orang tua Fakhirah berjuang untuk sembuh dari kondisi sekarang ini. Tahapan upaya medis dengan biaya yang tidak sedikit sudah dilakukan namun belum juga mendapat titik terang. Bagi pembaca yang ingin mengulurkan bantuannya bisa menghubungi Linda selaku orang tua atau menghubungi Eko Lesdianto salah satu relawan Jamkeswatch di wilayah Bekasi Utara. (Jim).