Purwakarta, KPonline – Perayaan Idul Fitri atau Lebaran menjadi momen yang dinanti oleh seluruh umat Muslim di Indonesia, termasuk para buruh. Namun, bagi sebagian buruh, Lebaran bukan hanya soal kebahagiaan berkumpul dengan keluarga, tetapi juga tantangan ekonomi yang harus dihadapi.
Menjelang Lebaran, banyak buruh mulai menyisihkan gaji dan tunjangan hari raya (THR) untuk berbagai kebutuhan, seperti mudik, membeli pakaian baru, serta menyiapkan hidangan khas Lebaran. Namun, tidak semua buruh dapat menikmati perayaan ini dengan leluasa. Kenaikan harga kebutuhan pokok dan biaya transportasi yang melonjak kerap menjadi kendala.
“Setiap tahun saya harus pintar-pintar mengatur keuangan. THR habis untuk tiket mudik dan sedikit belanja keperluan anak-anak. Tahun ini harga tiket naik, jadi harus lebih hemat,” kata Rudi, seorang buruh pabrik di Purwakarta.
Bagi buruh yang tidak mendapatkan THR tepat waktu atau bahkan tidak mendapatkannya sama sekali, Lebaran menjadi ujian tersendiri. Meski pemerintah telah mengatur kewajiban pembayaran THR, masih banyak perusahaan yang abai.
Di sisi lain, ada juga buruh yang memilih tetap bekerja saat Lebaran demi mendapatkan upah lembur yang lebih besar. “Saya tidak mudik tahun ini karena lebih baik kerja dan menabung. Kalau pulang kampung, biaya besar,” ujar Siti, buruh konveksi di Purwakarta.
Terlepas dari segala keterbatasan, Lebaran tetap menjadi momen istimewa bagi buruh. Dengan segala daya upaya, mereka tetap berusaha merayakan hari kemenangan bersama keluarga, meski harus menyesuaikan dengan kondisi ekonomi masing-masing.
Bagi buruh, Lebaran bukan hanya tentang baju baru atau makanan enak, tetapi juga tentang kebersamaan dan ketulusan dalam berbagi, meski dalam kesederhanaan.