Bali, KPonline – Pertemuan terbesar dunia dalam bidang ekonomi dan keuangan, yakni Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) – Bank Dunia dimulai pada 8 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali. Pertemuan ini akan menghasilkan berbagai kesepakatan dan kebijakan, salah satunya mengenai bantuan utang dan pengembangan program pembangunan bagi negara anggota.
Pemerintah Indonesia memberikan pelayanan sangat mewah untuk penyelenggaraan pertemuan ini di tengah kondisi ekonomi rakyat semakin sulit, dan korban serta kerusakan yang luar biasa akibat bencana alam di Lombok dan Sulawesi Tengah.
Sekitar 850 miliar rupiah untuk penyelenggaraan acara dan sekitar 5 triliun rupiah untuk biaya konstruksi dan persiapan lainnya disediakan dari anggaran negara.
Sekitar 22,000 personel keamanan Polri dan TNI disiagakan untuk pengamanan kegiatan. Berbagai kebijakan penertiban dan pelarangan kegiatan publik selama pertemuan IMF-WB berlangsung juga diterapkan di Bali.
Suatu pelayanan yang sangat berlebihan bagi lembaga yang telah menyengsarakan rakyat, melanggar HAM, merusak lingkungan, dan iklim dunia.
Sebagai tuan rumah pertemuan, pemerintah Jokowi mempromosikan Indonesia dengan tema “Voyage to Indonesia”. Promosi yang menempatkan Indonesia sebagai “lahan subur” bagi investasi korporasi untuk melakukan perampokan dan penghisapan.
Belajar dari pengalaman panjang, WB-IMF berperan strategis dalam mengintensifkan sirkulasi kapital uang milik imperialis. Sejak didirikan melalui Bretton Woods Conference di Amerika Serikat (1944), WB-IMF bekerja untuk memperkuat dominasi kapitalis monopoli (imperialisme) Amerika Serikat sebagai pemilik kekuatan terbesar pada kedua institusi ini.
WB-IMF mengimplementasikan Program Penyesuaian Struktural (Structural Adjustment Programmes/SAPs) untuk melancarkan modal asing dalam bentuk hutang, hibah, bantuan hingga investasi di berbagai negara termasuk Indonesia.
Program ini melahirkan berbagai kebijakan pencabutan subsidi sosial dan pemotongan anggaran negara untuk kepentingan publik serta pelayanan sosial yang pengelolaannya diserahkan kepada korporasi besar swasta. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa eksistensi dan program WB-IMF menimbulkan banyak persoalan bagi rakyat, tidak menyelesaikan kemiskinan, memperbesar ketimpangan, memperkuat ketergantungan, dan hanya mengutamakan keuntungan bagi korporasi.
Saat ini, WB-IMF mendorong implementasi program Maximizing Finance for Development (Memaksimalkan Pendanaan untuk Pembangunan) dimana Indonesia sebagai salah satu negara pilot project.
Utang baru akan semakin besar karena negara-negara anggota seperti Indonesia akan dipaksa untuk mengambil utang lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur, energi, agribisinis, dan keuangan. Utang Indonesia saat ini yang telah mencapai 5,000 trilliun rupiah akan semakin meningkat dengan program Bank Dunia ini.
Dampak buruk dari berbagai program Bank Dunia sebagai contoh dapat dilihat dari Land Administration Project (LAP) yang telah mengakibatkan monopoli dan perampasan tanah kaum tani, suku bangsa minoritas, dan rakyat miskin di perkotaan untuk kepentingan korporasi asing dan tuan tanah besar.
Hal ini juga sejalan dengan kepentingan memuluskan skema liberalisasi pertanian dan pangan di Indonesia. Sebagai tahap lanjutan, IBRD (WB Group) telah menyetujui utang baru (2018) sebesar USD 200 juta (2,9 triliun rupiah) untuk mendukung percepatan reforma agraria Jokowi melalui program Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Utang ini justru akan semakin mempercepat pasar tanah dan monopoli tanah untuk kepentingan korporasi.
Hal lainnya, dengan kedok “perlindungan terhadap buruh”, Bank Dunia dalam laporan tahunannya menyerukan agar negara-negara yang berhutang mengurangi berbagai peraturan ketenagakerjaan, seperti penghapusan persyaratan Upah Minimum Propinsi (UMP), mengizinkan perusahaan untuk memecat buruh tanpa sebab yang jelas, dan membatalkan aturan-aturan yang membatasi kontrak kerja. Seruan ini adalah desakan untuk antisipasi bangkitnya perlawanan buruh dan tuntutan upah yang signifikan.
Program WB juga telah menciptakan liberalisasi dan privatisasi sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Di Indonesia, proyek utang dari WB untuk pembangunan infrastruktur dan wilayah perkotaan seperti program National Slum Upgrading Project (NSUP) atau Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di 253 Kabupaten/Kota juga berkontibusi besar menyebabkan penggusuran, perampasan tanah, intimidasi, kekerasan, pelanggaran HAM, dan kerusakan lingkungan.
Saat ini, WB menyiapkan skema pengelolaan remitansi keuangan dari sektor migran secara global. Hal ini akan memaksimalkan penarikan keuntungan (perampasan) dari upah buruh migran dengan dalih perbaikan pengelolaan remitansi. Secara keseluruhan, kondisi ini semakin memperburuk kehidupan kaum perempuan dan anak-anak baik di perkotaan ataupun di perdesaan.
Gerakan Rakyat Menentang IMF-WB dalam menyikapi dimulainya pertemuan tahunan IMF-WB menyatukan sikap bersama bahwa sudah saatnya WB dan IMF dibubarkan dan menentang seluruh kebijakan dan program WB-IMF karena telah memberikan dampak buruk bagi bangsa dan negara, serta tidak memberikan manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Secara khusus kami menuntut:
1. Pemerintah Indonesia harus menghentikan semua bentuk kesepakatan dan kerjasama hutang dengan Bank Dunia!
2. Hentikan penggunaan APBN untuk Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018!
3. Cabut Surat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Bali, No: B/8012/IX/YAN.2.12/2018/Dit Intelkam yang melarang kegiatan masyarakat selama pertemuan IMF-WB di Bali.
4. Laksanakan Reforma Agraria Sejati dan industrialisasi nasional sebagai dasar untuk mewujudkan pembangunan yang mengabdi pada kepentingan rakyat.
5. Hentikan kebijakan dan regulasi yang memberangus dan mengekang hak rakyat atas kebebasan berkumpul, berekspresi, berorganisasi, dan mengemukakan pendapat, khususnya dalam rangka menyikapi pertemuan tahunan IMF-WB 2018 di Bali.
6. Pemerintah Indonesia harus menghapuskan seluruh kebijakan yang memperkuat skema fleksibilitas pasar tenga kerja; menjamin upah buruh yang layak dan mencabut PP No.78/2015 tentang Pengupahan.
7. Naikkan upah buruh dan Naikkan harga komoditas pertanian hasil produksi kaum tani; serta Turunkan harga seluruh kebutuhan pokok.
8. Pemerintah Indonesia harus memastikan penyelenggaraan pelayanan publik yang memiliki prinsip partisipasi, dibiayai oleh negara, dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, non-diskriminatif, dan berbasis pada standar hak asasi manusia.
9. Hentikan liberalisasi dan komersialisasi pendidikan dan kesehatan, berikan pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat! Cabut Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi!
10. Tolak Proyek Reklamasi dan Hentikan Pembangunan PLTU Celukan Bawang di Bali!
11. Penuhi Hak Korban Gempa Lombok dan Tsunami di Sulawesi Tengah sesuai UU No. 24 tahun 2007!
Gerakan Rakyat Menentang – IMF WB menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memperkuat persatuan dan berjuang bersama melawan seluruh kerjasama hutang dengan Word Bank dan IMF yang merugikan bangsa dan negara serta seluruh rakyat Indonesia.