Daripada melulu bicara tentang upah, saya kira menarik juga jika kita bicara tentang produktivitas. Produktivitas, diakui atau tidak, juga menjadi solusi atas problematika kesejahteraan yang terjadi.
Saya memiliki pandangan sendiri terkait dengan produktivitas. Pernahkah kawan-kawan KADIN dan APINDO mengajak kita berdiskusi tentang produktivitas? Tidak pernah!
Kalau kita meminta upah terus naik, karena memang upah menjadi kepentingan kita. Dan kita siap untuk berdiskusi atas tuntutan kita. Kalau kemudian mereka mempersoalkan tentang produktivitas, mari kita duduk dan berdiskusi.
Dalam pandangan saya, seharusnya pengusaha mengundang serikat buruh untuk berdiskusi. Ajak serikat buruh untuk berbicara, “Kalau Anda mau naik gaji sekian, kita minta produktivitas sekian.”
Saya rasa itu hal yang biasa dalam sebuah hubungan industrial. Tetapi yang terjadi salama ini kan tidak seperti itu. Mereka lebih senang membayar pemimpin serikat buruhnya, misalnya dengan 10 juta, lalu seolah-olah masalah menjadi selesai.
Disini terbiasa begitu. Ada upeti untuk polisi, tentaranya dibayar, pemerintahnya dibayar, semua dibayar. Dia pikir dengan itu sudah selesai dan mau menyelesaikan sendiri.
Kita tidak mau seperti itu. Negeri ini punya kita semua.
Pengusaha dan buruh sama mulianya. Kita juga punya gagasan. Tetapi kalau Anda punya sikap pecundang dan memilih jalan pintas dengan mengerdilkan serikat buruh melalui sogokan, kita nggak mau!
Saya tidak mau menunduk. Keinginan saya jika pengusaha mau maju, buruh juga mau maju. Pengusaha punya gagasan, buruh juga punya gagasan.
Jangan marah kalau gagasan kita berbeda. Kalau kita belum duduk dan berdiskusi untuk menjelaskan posisi masing-masing, jangan marah.
Duduk, diskusi dan kalau pengusaha tidak mau, jangan salahkan jika kemudian buruh lebih memilih meneriakkan tuntutan di jalan-jalan.
Tapi kalau mau berdiskusi secara terbuka, ada semangat saling untuk bekerja sama, dengan prinsip kesetaraan, disertai akuntabilitas dan transparansi, mari kita berdiskusi. Kalau tidak mau, berarti kita harus mengambil jalan masing-masing.
Inilah yang kita sebut, Konsep – Lobi – Aksi. Dan kemudian ditambah satu lagi, politik. Kita mau masuk juga dalam ranah politik dalam ukuran tertentu. Suatu ketika kita harus juga menentukan arah kebijakan.
Ini adalah strategi kedua, selain meningkatkan konsumi domestik adalah meletakkan serikat buruh sebagai bagian penting untuk meningkatkan kesejehteraan. Serikat buruh itu harus ditempatkan dalam posisi sama, bukan dibeli,.
Saya rasa sudah menjadi rahasia umum, dalam 20 tahun terakhir ini serikat buruh selalu dibeli. Dengan membeli itu dipikir mereka bisa menyelesaikan masalah.
Berulang-ulang saya katakan kami terlihat garang dan mengapa mereka marah dengan sikap kami? Karena mereka terbiasa membeli. Mereka merasa bisa menyelesaikan problem bangsa ini sendiri. Dan kita tidak mau itu. (*)
Said Iqbal