Media sebagai Pilar Perjuangan Buruh di Kancah Internasional

Media sebagai Pilar Perjuangan Buruh di Kancah Internasional
Wakil Presiden KSPI Bidang Luar Negeri, Prihanani

Jakarta, KPonline – Peran media dalam memperjuangkan isu buruh di tingkat internasional sangat strategis dan penting. Media bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga senjata yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran global tentang pelanggaran hak-hak buruh, sekaligus mendorong perubahan kebijakan yang berpihak kepada pekerja. Dalam paparannya, Prihanani menegaskan bahwa media, baik tradisional maupun digital, memiliki kapasitas untuk memperkuat posisi buruh di arena internasional, terutama melalui kampanye yang efektif dan dokumentasi yang akurat.

Salah satu contoh nyata dari dampak media internasional adalah peristiwa runtuhnya Pabrik Garment Rana Plaza di Bangladesh, yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja. Melalui liputan media yang luas, tragedi ini menarik perhatian global dan memaksa merek-merek fesyen internasional yang menggunakan pabrik tersebut untuk mempertanggungjawabkan praktik kerja mereka yang tidak aman. Berkat pemberitaan ini, banyak perusahaan kemudian mengambil langkah untuk memperbaiki kondisi kerja di pabrik-pabrik mereka. Peran media di sini sangat jelas: meningkatkan tekanan publik dan memaksa perusahaan besar untuk merespons kritik.

Media juga berfungsi sebagai pengawas yang mendokumentasikan pelanggaran hak-hak buruh, terutama di sektor-sektor yang sering kali terabaikan oleh pemerintah dan perusahaan besar. Kampanye global seperti #WhoMadeMyClothes oleh Clean Cloth Campaign mendorong konsumen untuk bertanya kepada merek tentang kondisi kerja orang-orang yang memproduksi pakaian mereka. Kampanye ini berhasil memunculkan kesadaran publik akan eksploitasi di industri mode, yang mendorong banyak perusahaan untuk lebih transparan dalam rantai pasokan mereka dan menerapkan praktik kerja yang lebih etis. Media, dalam hal ini, menjadi jembatan antara konsumen dan produsen, memperlihatkan realitas pahit yang dialami buruh di balik produk-produk sehari-hari.

Selain itu, media berperan penting dalam menekan pemerintah dan perusahaan untuk bertindak lebih adil terhadap buruh. Prihanani menggarisbawahi kampanye #FightFor15 di Amerika Serikat sebagai contoh bagaimana media sosial, khususnya Twitter, digunakan untuk memobilisasi aksi buruh. Kampanye ini menyerukan kenaikan upah minimum menjadi $15 per jam bagi pekerja makanan cepat saji dan berhasil memicu pemogokan serta aksi protes di berbagai kota.

Tekanan dari publik yang disuarakan melalui media sosial memaksa beberapa perusahaan besar menyesuaikan kebijakan upah mereka. Ini menunjukkan bahwa media tidak hanya alat untuk menyampaikan pesan, tetapi juga medium yang efektif untuk memobilisasi dan menekan perubahan kebijakan.

Tidak hanya itu, media juga memainkan peran kunci dalam membentuk jaringan solidaritas internasional di antara serikat-serikat buruh di seluruh dunia. Lewat liputan dan kampanye media, serikat buruh dapat saling berbagi pengalaman dan strategi, membangun solidaritas lintas batas negara, serta memperkuat posisi mereka dalam negosiasi internasional. Prihanani menekankan bahwa solidaritas antarburuh adalah salah satu kunci keberhasilan dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Dengan dukungan media, suara buruh dari satu negara bisa menggema dan didukung oleh buruh di negara lain, menciptakan tekanan global terhadap praktik-praktik eksploitasi buruh.

Media juga memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik. Lewat pemberitaan yang konsisten dan berbasis fakta, media dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap isu-isu buruh. Prihanani mencontohkan bagaimana pemberitaan mengenai kondisi kerja di industri garmen, yang sering kali tidak manusiawi, mampu menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya hak-hak buruh. Dalam jangka panjang, perubahan opini publik ini dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah maupun perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan buruh.

Di era digital seperti sekarang, media juga menyediakan platform yang lebih luas bagi advokasi digital. Prihanani mencontohkan bagaimana organisasi buruh internasional seperti ITUC dan IndustriALL Global Union memanfaatkan media digital untuk mengkampanyekan isu-isu buruh di seluruh dunia. Melalui kampanye online, serikat buruh dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan menyebarkan pesan mereka dengan cepat. Platform digital memungkinkan advokasi buruh berlangsung secara real-time dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk langsung terlibat dalam aksi solidaritas.

Sekali lagi, media memiliki peran strategis dalam memperjuangkan hak-hak buruh di tingkat internasional. Dari mendokumentasikan pelanggaran hak, meningkatkan kesadaran global, hingga menekan pemerintah dan perusahaan untuk bertindak, media adalah alat penting yang harus dimanfaatkan oleh gerakan buruh. Dengan kampanye yang terencana dan penggunaan media yang cerdas, suara buruh dapat semakin kuat dan didengar di tingkat internasional.