Jakarta, KPonline – N.S.Yulianto menulis sebuah artikel berjudul ‘UMP Jateng Rendah, Jokowi Pura-Pura Tuli’. Tulisan tersebut terbit di Seword.com (7/2/2018).
Ada beberapa hal yang perlu diluruskan dari artikel tersebut. Sebab, nampaknya penulisnya hanya copy paste dari berbagai media online, kemudian merangkai sesuai dengan keinginannya.
Menjawab Tuduhan KSPI Underbow PKS
Disebutkan dalam tulisan tersebut, mengikuti jejak Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto – Hatta Rajasa sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pilpres 2014.
Pernyataan tersebut sama sekali tidak tepat. KSPI memang mengusung Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dalam Pilres 2014. Namun demikian, dukungan ini bukan karena ikut-ikutan PKS. Buruh memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto, karena Prabowo lah satu-satunya calon presiden yang bersedia menandatangani Sepuluh Tuntutan Buruh dan Rakyat atau Sepultura.
Karena calon presiden lain tidak bersedia menandatangani kontrak politik terkait dengan apa yang diharapkan kaum buruh, hal yang wajar jika kemudian KSPI memberikan dukungan terhadap Prabowo Subianto. Ini bukan ikut-ikutan PKS. Justru sebaliknya, dukungan diberikan atas dasar kesadaran politik, untuk memilih calon yang berpihak terhadap kaum buruh.
Hal yang lain, sesuai dengan keputusan Kongres FSPMI-KSPI, buktinya Obon Tabroni benar-benar maju dalam Pilkada Kabupaten Bekasi melalui jalur independen. KSPI tidak memberikan dukungan terhadap kader PKS Kabupaten Bekasi yang juga mencalonkan sebagai Bupati Bekasi.
Jika kemudian dalam Musda ke-4 PKS Kabupaten Bekasi yang dihadiri perwakilan dari 23 Dewan Pengurus Cabang (DPC) se-Kabupaten Bekasi, hadir pula calon bupati independen Obon Tabroni, sangat picik jika hal itu diartikan KSPI sebagai underbow PKS. Bukankah suatu bentuk penghormatan, ketika diundang, kita menghadiri undangan tersebut?
Penjelasan tentang Upah Murah di Jawa Tengah
Terkait dengan pernyataan Muhamad Rusdi, yang kemudian ditulis dalam judul artikel, perlu ditempatkan dalam konteks yang tempat.
Pertama yang perlu diuruskan, Muhamad Rusdi saat ini bukanlah sebagai Sekjen KSPI. Dia menjabat sebagai Deputi Presiden atau Ketua Harian KSPI saat memberikan pernyataan tersebut.
Kedua, pernyataan tersebut disampaikan dalam rangka menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan atau lebih dikenal dengan PP 78/2015. Dalam PP 78/2015 diatur kenaikan upah minimum di seluruh Indonesia sebesar pertumbuhan ekonomi dan inflansi di tingkat nasional.
Jangankan di Jawa Tengah. Di DKI Jakarta sekalipun, KSPI mengatakan upahnya masih murah. Upah di Indonesia memang masih murah, setidaknya jika dibandingkan dengan upah di berbagai negara lain.
Menurut KSPI, biang keladinya adalah PP 78/2015.
Sebagai contoh, tahun 2018 upah minimum di seluruh daerah, kenaikannya sama: naik 8,71 persen. Bisa dibayangkan, upah di Jawa Tengah yang rendah, selamanya akan tetap rendah jika formula ini digunakan. Sementara daerah yang tinggi akan semakin tinggi. Terang saja, kenaikan upah minimum menggunakan prosentase yang sama di seluruh wilayah.
Mengapa upah minimum di Jawa Tengah disebut yang paling rendah? Karena upah minimum di Jawa Tengah, yang paling tinggi untuk tahun 2018 ini adalah Kota Semarang Rp2.310.087, Kabupaten Demak Rp2.065.490, dan Kabupaten Kendal Rp1.929.458.
Kota industri lain seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten, sudah lebih di atas 3,5 juta.
Karena itu, kemudian Muhamad Rusdi mengatakan, “Kenapa kami menolak PP No 78? Karena memang saat ini upah di Indonesia masih sangat rendah. Aple to aple misalkan Jabodetabek atau kota-kota industri, sekarang upahnya kurang lebih 3,3 juta sampai 3,8 juta saja. Di luar daerah industri, di luar Jabodetabek, Batam, dan di luar kota-kota industri di Jawa Timur, upah minimum bahkan masih ada di bawah dua juta, terutama di daerah Jawa Tengah, upah minimumnya terendah sedunia,” sebagaimana dilansir Nusantaranews.com (5/2/2018).
Kemudian Rusdi menambahkan, buruh yang paling menderita saat ini adalah di Jawa Tengah. “Jawa Tengah itu akan selalu menjadi daerah miskin, karena pendapatan mayoritas buruhnya masih di bawah dua juta. Kita sangat kecewa dengan Pak Jokowi. Karena sampai saat ini Pak Jokowi tuli terhadap apa yang menjadi tuntutan kaum buruh.”
Begitulah….