Jakarta, KPonline – Ramai diberitakan media, Fahri Hamzah memberikan dukungan kepada Anis Matta menjadi Calon Presiden.
Bagi saya, dukungan yang diberikan Fahri Hamzah kepada Anis Matt menjadi Calon Presiden memiliki pesan penting. Selain, tentu saja, mampu menghangatkan bursa Calon Presiden.
Sehingga, sejak dini masyarakat sudah terbiasa mendengar ada calon lain selain Joko Widodo yang kini menjadi incumbent. Ini baik untuk demokrasi. Pilihan yang tidak itu lagi – itu lagi.
Saya bisa memahami pernyataan Fahri Hamzah yang mendukung Anis Matta, sebagai upaya untuk mencairkan kebekuan. Sebuah dukungan, bagaimanapun, sah-sah saja untuk disampaikan secara terbuka. Dengan demikian akan makin banyak yang bisa dijadikan alternatif.
Pertanyaannya sekarang, siapa yang layak menjadi alternatif diluar nama-nama lama yang sudah terlebih dahulu beredar? Kalaupun ada, bahkan nyaris tidak terdengar.
Bahkan gerakan sosial yang dikenal kritis mendadak gagap ketika sudah berbicara tentang calon alternatif untuk menjadi Presiden. Ambil contoh gerakan buruh. Meskipun dikenal kritis terhadap pemerintahan Joko Widodo, belum terdengar siapa yang akan dijagokan dalam Pilpres mendatang.
Dalam hal ini, Fahri Hamzah memberikan inspirasi kepada kita, untuk mulai serius mencari sosok yang tepat sebagai nahkoda dari perahu besar bernama Indonesia. Tahun 2019 sudah di depan mata.
Apa tidak terlalu dini? Saya rasa tidak. Justru dengan membuka wacana ini jauh-jauh hari, kita memiliki kesempatan untuk mendiskusikannya secara mendalam tentang pemimpin Indonesia di masa yang akan datang.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), misalnya, menyuarakan kepada publik agar dalam Pilkada dan Pilres memilih pemimpin yang pro buruh dan anti upah murah. Itu artinya, jika standart ini digunakan, maka dibutuhkan adalah presiden yang baru.
Tetapi jika pertanyaan itu dilanjutkan. Siapakah sosok yang tepat? Tidak ada jawaban tegas.
Padahal, seperti halnya Fahri, mestinya sejak sekarang sudah bisa disampaikan ke publik, siapa orangnya? Siapa sosok yang dinilai pro buruh dan anti upah murah?