Batam, KPonline – Katanya buruh harus menyuarakan aspirasi. Berbicara tentang kepedihan, kesedihan, kegelisahan, dan segala cita, cinta, dan harapannya. Agar dunia tahu apa yang kita rasakan. Agar dunia paham apa yang kita inginkan.
Tetapi bagaimana jika hal itu justru akan menjadi kontroversi?
Ini kegelisahanku terkait dengan buruh kontrak yang menjadi anggota serikat pekerja. Sebagai anggota serikat pekerja, kewajibannya adalah membayar iuran. Sama dengan karyawan tetap. Tetapi ketika sudah habis kontrak, nasibnya seperti dilupakan,
Tetapi, barangkali, yang aku permasalahkan bukanlah status kerja. Ini jauh lebih penting dari itu, yaitu tentang kemanusiaan. Sebuah rasa yang menempatkan manusia sebagai sesuatu yang utama. Ibaratnya, gedung-gedung tinggi itu boleh meledak dan hancur berkeping-keping. Asal jangan ada korban jiwa.
Aku juga pernah menjadi karyawan kontrak. Bahkan, aku nyaris tak percaya dengan slogan solidaritas. Kalaupun ada, rasanya, hal itu hanya untuk mereka.
Namun justru karena aku pernah berada di dalam posisi seperti itu, aku bisa bicara seperti. Minimal tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, lagi dan lagi.
Jika kemudian aku menulis ini, itu karena kamu. Setidaknya dengan demikian aku akan mengenangmu, sekaligus sebagai pembelajaran bagi yang lain.
Saat itu, kamu terbaring melawan penyakit gagal ginjal. Tidak ada jaminan kesehatan. Sebagai seorang pekerja, masih kontrak pula, gagal ginjal dan tidak memiliki jaminan kesehatan adalah petaka.
Dalam kondisi seperti ini, solidaritas sangatlah dibutuhkan. Dengan patungan seribu rupiah untuk seluruh karyawan, niscaya sudah bisa meringankan beban – bahkan bisa membantu pengobatan.
Namun dengan santai orang-orang menjawab, “dia sudah habis kontrak. Bukan anggota serikat pekerja lagi.”
Apa dia bilang? Mengapa rasa kemanusiaan ini kita tanggalkan, hanya karena anggota atau bukan anggota serikat pekerja? Tidakkah pernah mendengar cerita seorang perempuan pezina yang masuk surga karena menolong seekor anjing?
Memanusiakan manusia bukan karena mereka satu tempat kerja. Bukan karena mereka satu serikat pekerja. Bahkan ketika tidak mengenal sekalipun, ketika seseorang membutuhkan pertolongan, seseorang dengan slogan ‘solidarity forever’ akan memberikan bantuan.
Penulis: Sastra Dinata