Memperjuangkan Hubungan Industrial yang Adil Pasca Putusan MK

Memperjuangkan Hubungan Industrial yang Adil Pasca Putusan MK
Seminar KSPI dan JILAF

Jakarta, KPonline – Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam hubungan industrial, terutama setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang berdampak luas pada dunia kerja. Dalam konteks ini, KSPI bekerja sama dengan JILAF menyelenggarakan seminar pada 7-8 Januari 2025 di Tavia Heritage Hotel, Jakarta. Acara ini bertujuan untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul.

Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Cipta Kerja membawa perubahan signifikan pada regulasi perburuhan di Indonesia. Hal ini tidak hanya memengaruhi hak pekerja, tetapi juga stabilitas hubungan industrial secara keseluruhan. Seminar ini menjadi ruang diskusi untuk membahas situasi terkini dan menemukan langkah strategis yang dapat diambil bersama.

Acara ini menghadirkan berbagai sesi yang membahas isu mendasar, seperti dampak putusan MK terhadap dunia kerja, peran program pertukaran pengalaman, serta isu keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hingga peran dan tanggungjawab serikat pekerja dalam rantai pasok. Para pembicara dari KSPI, JILAF, dan pemerintah berbagi pandangan mereka, sementara peserta, yang terdiri dari perwakilan federasi afiliasi KSPI, menyusun rencana tindak lanjut yang konkret.

Seminar ini tidak hanya menjadi wadah diskusi, tetapi juga simbol harapan untuk menciptakan hubungan industrial yang lebih adil, berkelanjutan, dan harmonis di tengah tantangan yang semakin kompleks. Dengan dialog terbuka dan kolaborasi yang erat, masa depan hubungan industrial yang lebih baik bukanlah sekadar impian, melainkan tujuan yang nyata dan dapat dicapai.

Wakil Presiden KSPI Bidang Politik dan Kebijakan Publik, Riden Hatam Aziz menyampaikan bahwa putusan MK berdampak luas pada hak pekerja, fleksibilitas tenaga kerja, dan stabilitas hubungan industrial.

KSPI menilai bahwa penguatan serikat pekerja adalah kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan perlindungan hak pekerja. Kebijakan publik harus diarahkan pada regulasi yang inklusif dan berkeadilan, memastikan kesejahteraan pekerja tidak tergerus. Dalam konteks ini, KSPI akan terus memperjuangkan pembaruan kebijakan yang mendukung hubungan industrial yang adil dan memastikan kesejahteraan pekerja menjadi prioritas dalam perumusan kebijakan nasional.

“Penguatan Serikat Pekerja harus menjadi mandat utama untuk memperkuat posisi tawar pekerja dalam menghadapi tantangan hubungan industrial. Organisasi yang kokoh hanya dapat terwujud melalui pengorganisasian berkelanjutan, menjaga kesinambungan dan soliditas anggota. Dalam situasi politik dan kebijakan yang sering merugikan pekerja, keterlibatan aktif dalam politik menjadi sebuah keharusan,” ujar Riden.

Dengan mengambil peran dalam pengambilan keputusan politik, SP/SB dapat memastikan kebijakan yang berpihak pada kepentingan buruh dan kesejahteraan pekerja. Perpaduan antara penguatan internal, pengorganisasian, dan advokasi politik adalah strategi yang harus diutamakan untuk mewujudkan keadilan sosial di dunia kerja.

Keselamatan dan kesehatan di tempat kerja juga dibahas dalam kegiatan ini. Di mana K3 adalah tanggung jawab mendasar yang memberikan manfaat bagi pekerja maupun pemberi kerja. Lingkungan kerja yang aman tidak hanya mencegah kecelakaan dan cedera, tetapi juga meningkatkan produktivitas, moral, dan efisiensi organisasi secara keseluruhan.

Langkah pertama dalam meningkatkan keselamatan kerja adalah membangun budaya kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan rutin untuk mengedukasi pekerja tentang potensi bahaya serta praktik terbaik untuk menguranginya. Pemberi kerja juga harus memastikan bahwa protokol keselamatan jelas, mudah diakses, dan diterapkan secara konsisten.

Investasi dalam peralatan dan infrastruktur yang memadai juga sangat penting. Dari furnitur ergonomis hingga perlengkapan pelindung, menyediakan alat yang tepat membantu meminimalkan risiko dan memastikan pekerja dapat menjalankan tugas mereka dengan aman. Inspeksi dan perawatan berkala juga perlu dilakukan untuk memastikan fasilitas kerja memenuhi standar keselamatan.

Komunikasi yang terbuka memegang peran penting. Mendorong pekerja untuk melaporkan kondisi yang tidak aman tanpa rasa takut akan sanksi adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik. Dengan langkah-langkah ini, keselamatan dan kesehatan di tempat kerja dapat terus ditingkatkan demi kesejahteraan semua pihak.

Hal lain yang juga dibahas adalah tanggung jawab dalam rantai pasok terkait Human Rights Due Diligence (HRDD) merupakan elemen penting untuk memastikan pemenuhan hak asasi manusia dalam aktivitas bisnis. HRDD bukan hanya kewajiban hukum bagi banyak perusahaan, tetapi juga merupakan tanggung jawab moral yang mencerminkan komitmen terhadap prinsip keadilan dan keberlanjutan.

Dalam konteks rantai pasok, tanggung jawab ini mencakup identifikasi, pencegahan, dan mitigasi risiko pelanggaran HAM, mulai dari tenaga kerja hingga lingkungan. Perusahaan harus secara proaktif memantau aktivitas mitra mereka, memastikan bahwa praktik seperti upah layak, kondisi kerja yang aman, dan perlindungan terhadap eksploitasi tenaga kerja diterapkan di seluruh rantai pasok.

Pelaksanaan HRDD yang efektif membutuhkan transparansi dan keterlibatan semua pemangku kepentingan. Ini termasuk komunikasi yang terbuka dengan pekerja, komunitas lokal, dan organisasi masyarakat sipil untuk mengidentifikasi potensi pelanggaran HAM dan mencari solusi bersama. Selain itu, perusahaan perlu menetapkan mekanisme pengaduan yang mudah diakses oleh pekerja untuk melaporkan penyimpangan.

Dengan mengintegrasikan HRDD dalam strategi bisnis, perusahaan tidak hanya melindungi reputasi mereka, tetapi juga berkontribusi pada penciptaan rantai pasok yang berkeadilan dan berkelanjutan. Ini adalah langkah nyata untuk memastikan bahwa keuntungan bisnis tidak dicapai dengan mengorbankan hak asasi manusia.