Mempersoalkan Pernyataan “Jika Kurang Gaji Sila Undur Diri, Jangan Bikin Ribet” dari Vendor PT Semen Indonesia Tuban

Mempersoalkan Pernyataan “Jika Kurang Gaji Sila Undur Diri, Jangan Bikin Ribet” dari Vendor PT Semen Indonesia Tuban
Ratusan buruh pabrik yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi blokir pintu masuk PT Semen Indonesia Pabrik Tuban, Kamis (08/08/2024). Aksi demo ini menuntut sejumlah hal dari pihak manajemen PT Semen Indonesia Group. Foto: Istimewa

Mewakili Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dalam tulisan ini, saya menolak pernyataan yang disampaikan oleh Alimul Hakim, perwakilan dari vendor penyedia tenaga kerja di PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SIG) Pabrik Tuban. Pernyataan Hakim yang menyatakan, “Kami sebelum sudah ada kesempatan di Surabaya dengan pihak buruh. Tapi saya tidak tahu kenapa masih ada demo. Kalau memang masih kurang gaji, silakan mengundurkan diri tidak bikin ribet!” merupakan bentuk arogansi yang tidak sejalan dengan prinsip dialog sosial yang harus dijunjung tinggi dalam menyelesaikan setiap permasalahan ketenagakerjaan. Pernyataan ini, salah satunya, diberitakan suaraindonesia.co.id, Kamis (8/8).

Pertama, kami menolak keras pernyataan yang seolah-olah meremehkan hak dan aspirasi pekerja. Ungkapan seperti “silakan mengundurkan diri tidak bikin ribet” menunjukkan sikap yang tidak menghargai pekerja sebagai aset penting perusahaan. Pernyataan tersebut mencerminkan ketidakpedulian terhadap kesejahteraan pekerja, yang seharusnya menjadi prioritas utama bagi setiap perusahaan, termasuk BUMN.

Kedua, FSPMI menuntut agar perusahaan dan vendor memahami bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan bukanlah tanpa alasan. para buruh telah melalui berbagai upaya dialog dan negosiasi, termasuk pertemuan di Surabaya yang disebutkan oleh Hakim. Namun, jika tuntutan dan aspirasi pekerja tidak dipenuhi atau bahkan diabaikan, maka wajar jika pekerja merasa perlu untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka melalui aksi unjuk rasa. Perlu ditegaskan bahwa unjuk rasa adalah jalan legal yang dijamin oleh konstitusi, dan pekerja memiliki hak penuh untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap perlakuan yang tidak adil.

Ketiga, terkait dengan pengalihan status pekerja dari PKWT menjadi pekerja harian lepas, FSPMI menilai langkah ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak pekerja. Kami menuntut agar status PKWT dikembalikandan agar pekerja mendapatkan hak-hak mereka secara penuh, termasuk upah yang layak dan jaminan sosial yang memadai. Keberadaan vendor di perusahaan plat merah ini juga menunjukkan betapa praktik outsourcing yang masif dan diskriminatif, terutama terhadap buruh di perusahaan vendor jika dibandingkan dengan buruh di perusahaan organik, sangat merugikan pekerja.

Setidaknya ada tuntutan penting yang disampaikan dalam demo buruh tersebut adalah sebagai berikut: (1) PT Semen Indonesia harus menghapuskan diskriminasi yang terjadi dalam tubuh BUMN, (2.) Menuntut PT Semen Indonesia Group sebagai pemberi kerja untuk melakukan revisi TOR (Term of Reference) yang merampas hak dan kesejahteraan pekerja. (3) Mengembalikan status perjanjian kerja seperti semula (PKWT bulanan) bagi pekerja kebersihan, Seksi Tuban 2, 3, dan 4.

Dengan demikian, pihak perusahaan mustinya fokus menyelesaikan apa yang dipersoalkan para pekerja. Bukan justru membuat pernyataan yang merendahkan nilai suci dari kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.

Pernyataan “Jika kurang gaji sila undur diri, jangan bikin ribet” adalah pandangan yang keliru dan meremehkan hak-hak pekerja. Gaji yang layak bukan sekadar kompensasi, tetapi juga refleksi dari penghargaan atas kerja keras dan kontribusi pekerja. Mengatakan bahwa mereka harus mundur jika tidak puas dengan gaji merupakan bentuk ketidakadilan yang mengabaikan adanya diskriminasi di lingkungan perusahaan plat merah tersebut.

Pekerja berhak untuk mendapatkan upah yang sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan, serta berhak untuk memperjuangkan hak-hak mereka melalui negosiasi, serikat pekerja, atau jalur hukum. Menyuruh pekerja untuk mengundurkan diri tanpa memberikan solusi terhadap masalah gaji tentu tidak bisa kita tolerir.

Sebaliknya, perusahaan seharusnya mendengarkan keluhan pekerja dan mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan penghargaan yang wajar adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif, di mana baik pekerja maupun perusahaan dapat berkembang bersama. Mengabaikan hal ini hanya akan memperpanjang masalah dan merugikan kedua belah pihak dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, FSPMI mengingatkan pihak vendor dan perusahaan bahwa kesejahteraan pekerja tidak boleh diabaikan demi alasan efisiensi atau kondisi perusahaan yang tidak stabil. Sebagai BUMN, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa setiap pekerja diperlakukan dengan adil dan bermartabat.

FSPMI akan terus memperjuangkan hak-hak pekerja dan memastikan bahwa suara mereka didengar dan dipenuhi.

Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, Wakil Presiden KSPI, dan Pimpinan Redaksi Koran Perdjoeangan