Mempertanyakan Hak Asasi Pekerja dalam Berpolitik: Kasus PHK di Citilink

Mempertanyakan Hak Asasi Pekerja dalam Berpolitik: Kasus PHK di Citilink
Tolak PHK

Jakarta, KPonline – Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) mengajukan surat pengaduan resmi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) terkait dugaan pelanggaran hak asasi pekerja oleh PT. Citilink Indonesia, tertanggal 19 Agustus 2024. Kasus ini berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap salah satu pekerjanya, Christian Natalius Imeldivan, yang juga merupakan pengurus Serikat Pekerja Awak Kabin Citilink Indonesia (ACCI) serta pengurus Partai Buruh.

Kasus ini bermula pada tanggal 7 November 2023, ketika PT. Citilink Indonesia mengeluarkan surat edaran yang melarang keterlibatan karyawan grup Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk menjadi pengurus partai politik. Aturan ini kemudian menjadi dasar bagi pemanggilan dan PHK terhadap Christian Natalius Imeldivan.

Dalam kronologis yang disampaikan oleh FSPBI, disebutkan bahwa Christian Natalius Imeldivan telah sejak awal terbuka mengenai pencalonannya sebagai calon anggota legislatif tingkat DPRD II. Namun, surat edaran yang melarang keterlibatan karyawan dalam politik baru dikeluarkan setelah proses pendaftaran caleg sudah berjalan dan mencapai tahap Daftar Calon Tetap (DCT). Hal ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian bagi Christian Natalius Imeldivan, yang merasa tidak diberikan pilihan yang adil antara pekerjaannya dan pencalonannya.

Pemanggilan demi pemanggilan dilakukan oleh PT. Citilink Indonesia, mulai dari klarifikasi hingga proses coaching, yang kemudian berujung pada desakan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Namun, Christian Natalius Imeldivan menolak desakan tersebut dan mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh perusahaan untuk melarang keterlibatan politik, mengingat tidak ada aturan yang melarang pencalonan diri dalam perjanjian kerja bersama (PKB) PT. Citilink Indonesia.

Situasi semakin memanas ketika jadwal penerbangan Christian Natalius Imeldivan diblok tanpa pemberitahuan, dan dia dipanggil kembali ke kantor untuk menghadiri sesi klarifikasi yang tidak menghasilkan kejelasan. Hingga akhirnya, pada 26 Maret 2024, Christian menerima surat pemberitahuan penjatuhan hukuman disiplin, yang mencantumkan PHK dengan alasan menjadi pengurus partai politik.

FSPBI menilai tindakan PT. Citilink Indonesia tersebut sangat janggal dan bertentangan dengan perjanjian kerja bersama serta hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Pemutusan hubungan kerja dilakukan tanpa surat peringatan sebelumnya, yang seharusnya menjadi tahapan wajib sebelum PHK dapat dilakukan, sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.

Selain itu, FSPBI juga mempertanyakan legalitas pasal dalam perjanjian kerja bersama PT. Citilink Indonesia yang melarang karyawan menjadi pengurus partai politik. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28, yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, termasuk berpolitik. FSPBI menegaskan bahwa Christian tidak pernah memanfaatkan fasilitas atau sumber daya perusahaan untuk kegiatan politik, sehingga tindakan PHK ini tidak sah dan melanggar hak asasi pekerja.

FSPBI berharap agar KOMNAS HAM dapat melakukan pemeriksaan terhadap pasal yang melarang karyawan menjadi pengurus partai politik dalam perjanjian kerja bersama PT. Citilink Indonesia, serta mengeluarkan rekomendasi untuk menyatakan ketidakabsahan pasal tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan hak asasi pekerja dalam berpolitik, terutama bagi karyawan yang bekerja di perusahaan milik negara atau anak perusahaan BUMN. Apakah pekerja harus memilih antara pekerjaan mereka atau hak politik mereka? Kasus ini menjadi refleksi bahwa hak asasi manusia, termasuk hak untuk berpolitik, harus dihormati dan dilindungi dalam segala kondisi, tanpa terkecuali.