Jakarta, KPonline – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, total pekerja yang dirumahkan maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 130.456 pekerja. Menurut data yang dia sampaikan, per 4 April 2020 jumlah perusahaan sektor formal yang di rumahkan dan di-PHK mencapai 3.841 pekerja. Sedangkan untuk kategori buruhnya mencapai 64.412 orang. Kemudian sektor informal yang terdampak PHK atau di rumahkan akibat wabah virus corona mencapai 14.263.
Menurut Ida, saat ini pihaknya masih memilah spesifikasi data pekerja yang di rumahkan tetap dibayar, di rumahkan namun dibayar setengah gaji, dan pekerja di rumahkan tanpa dibayar.
Menurut data yang dia terima, sebanyak 90 persen kebijakan yang diambil oleh dunia usaha adalah merumahkan para pekerjanya. Artinya, perusahaan lebih memilih menghentikan sebagian usaha dengan merumahkan pekerja atau buruh atau meliburkan sementara. Masalahnya, tidak disebutkan bagaimana upah buruh yang dirumahkan tersebut.
Lagipula, data tersebut per 4 April 2020. Bagaimana jika pandemi corona mencapai puncaknya? Bisa dipastikan, akan lebih banyak lagi buruh yang kehilangan pekerjaan.
Dia menyarankan kepada para pengusaha meminimalisir biaya operasional perusahaan untuk menekan jumlah PHK pekerja. Dengan cara, mengurangi impor, mengurangi jam kerja, mengurangi pekerja untuk lembur, mengurangi hari kerja serta meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu.
Di sinilah masalahnya. Saran atau himbauan tidak pernah efektif. Oleh karena itu, perlu ada kesungguhan dan keseriusan dari pemerintah untuk sedapat mungkin menghindari agar tidak terjadi PHK. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah sikap tegas untuk memberikan proteksi terhadap kaum buruh, sebagai elemen masyarakat yang juga terdampak pandemi corona.
Jika ada Perppu untuk memberikan insentif berupa pemotongan pajak bagi pengusaha, seharusnya pada saat yang sama isi Perppu tersebut juga diperuntukkan kepada pekerja. Misalnya, larangan untuk melakukan PHK kepada buruh dan kewajiban untuk tetap membayar upah buruh yang dirumahkan.
Sepanjang pemerintah tidak turun tangan, maka bisa dipastikan buruh akan semakin “berdarah-darah”.
Sekali lagi, data yang disampaikan di atas baru data awal April. Jika kondisi ini terus berlangsung, jumlah buruh yang kehilangan pekerjaan akan semakin banyak. Saat ini kaum buruh benar-benar menanyakan solusi dari pemerintah untuk mereka. Bukan hanya fokus pada kelangsungan hidup dunia usaha. Karena buruh, sebagai manusia, lebih berhak mendapatkan proteksi.