Bogor, KPonline – Ach, lagi-lagi harus ikut upacara Peringatan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Bukannya malas atau enggan harus bangun pagi seperti biasanya. Kegiatan tahunan ini sepertinya hanya ajang “menggugurkan kewajiban sebagai warga negara yang baik.”
Lebih enak mengisi tanggal merah 17 Agustus dengan piknik dan tamasya bersama keluarga. Bukankah sebagai buruh kita memiliki hak untuk beristirahat? Ya, nikmat mana lagi yang bisa buruh rasakan selain tanggal merah? Setelah lelah memeras keringat, berjibaku dengan deru mesin, dicaci-maki atasan, dan yang terburuk adalah disingkirkan.
Miris bukan??
Ach, lagi-lagi harus berpanas-panasan di lapangan pabrik. Sebenarnya malas melakukan ini semua. Tetapi mau tidak mau, tetap berangkat juga. Upacara bendera, selesai, lalu pulang. Dan begitu terus secara berulang setiap tahunnya.
Di Trotoar Jalanan Ibukota
Seorang anak kecil, kira-kira berusia 10 tahunan dengan riang gembira dan bernyanyi-nyanyi seraya bergumam, memunguti botol plastik air minum dalam kemasan bekas dari tong sampah. Pakaiannya lusuh, kusam dan kumal.Tak terlihat bermuram durja atau terbersit gundah gulana dalam pancaran wajahnya.
Anak kecil. Usia 10 tahunan. Pakaiannya lusuh, kusam dan kumal. Ceria dan bahagia. Tak ada orang tua dan sanak saudara yang akan membantu dirinya.
Inikah makna Merdeka bagi dirinya?
Di Pelosok Kampung
Memanggul cangkul bersimbah peluh dan keringat, Abah Kosim dengan langkah tertatih menyusuri pematang sawah. Kulitnya yang mengeriput dan sudah mulai terlihat tulang hasta dari lengannya, tak menyurutkan jejak langkahnya untuk terus bertani.
Hidup sebatang kara di pelosok kampung yang sangat jauh dari hingar bingar bising knalpot kendaraan. Terus bekerja dan tak pernah menadahkan tangan mengharapkan uluran tangan Pemerintah. Jiwa patriotisme selalu menggelora dalam dadanya. Dia adalah satu dari sekian banyak Tentara Divisi Siliwangi yang saat ini “menepi” dari zaman yang terus bergulir.
Inikah makna merdeka bagi dirinya?
Buruh yang masih terus akan ditindas oleh sistem Kapitalistik. Anak terlantar yang (ternyata tidak) dipelihara oleh Negara. Ironis, melihat mantan pejuang kemerdekaan yang terlupakan oleh zaman?
Kita belum merdeka, kawan. Setidaknya, kita belum merdeka dalam arti yang sebenar-benarnya merdeka.
Fotografer: Kiki