Sejarah Pembentukan KSPI
Bambang Pri kemudian mengirimkan satu catatan, bahwa sejarah pembentukan KSPI tidak dapat dilepaskan dari dinamika yang terjadi dalam tubuh SPSI pasca 1998. Sejak diterbitkannya Kepmenaker No 5 tahun 1998 tentang pendaftaran serikat pekerja, banyak serikat pekerja yang berdiri di Indonesia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengurus SPSI.
Di sisi lain, para pengurus SPSI mulai mempertanyakan bentuk organisasi mereka; yang berbentuk Federasi tetapi kedaulatan tertinggi di tangan anggota, yaitu orang-orang. Sementara pada saat itu, Anggaran Dasar SPSI menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi ada pada Komisariat DPP Harian, sementara di sisi lain, DPP Harian adalah pelaksana.
Selain kedua masalah itu, pada tahun 1998 Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya inflasi hingga 68%. Inflasi yang tinggi itu memicu perdebatan di Dewan Pengupahan mengenai kenaikan upah yang layak.
Salah satu anggota Dewan Pengupahan, Sjaiful DP yang saat itu masih di SPSI mengusulkan kenaikan upah 30% – 35% untuk mempertahankan daya beli buruh. DPP yang menyatakan mendukung tuntutan ini ternyata kemudian mengikuti kemauan pemerintah untuk tidak menaikkan upah buruh, sehingga menimbulkan kekecewaan pada anggota dan pengurus yang duduk di Lembaga Tripartit Nasional.
Sjaiful DP juga salah satu tokoh yang membidani kelahiran KSPI. Dalam kesempatan terpisah, saya akan menulis tentang sosok yang satu ini.
Tak lama setelah itu, Presiden Habibie meratifikasi Konvensi ILO No 87 tentang Kebebasan berorganisasi. Hal ini kemudian mendorong terbentuknya SPSI Reformasi.
Di awal pembentukannya, SPSI Reformasi didukung oleh 13 Serikat Pekerja Anggota (SPA). Pada saat yang sama, di luar SPSI mulai bermunculan SP/SB lainnya.
Mulai tahun 2000, ada upaya membentuk semacam payung besar yang menyatukan serikat pekerja tapi pada saat yang sama tidak menghalangi kebebasan untuk membentuk serikat pekerja/ serikat buruh. Pada tahun 2001 kembali diadakan seminar untuk mematangkan gagasan ini. Tetapi mulai timbul perbedaan pendapat antara para pengurus serikat pekerja.
Pada tahun 2002 diadakan seminar lagi dengan dihadiri oleh 35 serikat pekerja, yang disepakati untuk membentuk Tim Panitia yang bertugas merumuskan pokok-pokok pikiran mengenai ‘wadah’ yang hendak dibangun. Duduk di dalam tim itu adalah Djoko Daulat (FSP Pariwisata), J. Simamora (FSP Transportasi), Sofiati Mukadi (Kahutindo), Saeful Tavip (ASPEK), Sjafri (BUMN).
Sayangnya, hingga 3 bulan sejak pembentukannya, tim ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kemudian dibentuk tim baru yang disebut Komite Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang dipimpin oleh Sjaeful DP (FSP KEP). Tim ini, selain berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran untuk menyatukan SP/SB juga menyiapkan pertemuan untuk membentuk KSPI dalam Konvensi.
Hingga akhirnya, pada 1 Februari 2003, diadakan Kongres pertama pembentukan KSPI di Wisma Kinasih Bogor dan disepakati terbentuknya Kongres Serikat Pekerja Indonesia. Presiden pertama KSPI adalah Rustam Aksan (SPN) dan Sekjennya Rindorindo (PGRI).
Kongres Pertama itu dihadiri oleh sejumlah serikat, yaitu (1) FSP Farkes Reformasi, (2) FSP Kahutindo, (3) FSP Pariwisata Reformasi, (4) ASPEK Indonesia, (5) FSP KEP, (6) FSPMI, (7) FSP PPMI, (8) FSP ISI, (9) PB PGRI, (10) FSP BUMN dan (11) SPN.
Sebagai sebuah gerakan, ada banyak dinamika di dalam KSPI. Sejarah membuktikan, organisasi ini berhasil menorehkan banyak capaian, dengan segala catatan yang menyertainya.