Mengapa Nasib Nelayan Tak Kunjung Membaik?

Mengapa Nasib Nelayan Tak Kunjung Membaik?
Wakil Presiden KSPI Kahar S. Cahyono saat memberikan pelatihan terkait dengan pentingnya nelayan berserikat. Foto: KSPI Media Center/Ocha

Indonesia telah merdeka selama 79 tahun, namun bagi para nelayan, kemerdekaan seolah masih sebatas angan-angan. Sektor perikanan, yang seharusnya menjadi pilar penting ekonomi maritim Indonesia, masih jauh dari sejahtera. Nelayan yang menjadi ujung tombak sektor ini justru terus terperosok dalam ketidakpastian hidup. Pertanyaannya, mengapa setelah hampir delapan dekade kemerdekaan, nasib nelayan masih belum berubah signifikan?

Sejak masa kolonial hingga saat ini, sektor perikanan telah menjadi salah satu potensi besar Indonesia. Dengan luas wilayah laut yang membentang dari Sabang hingga Merauke, seharusnya nelayan Indonesia menjadi garda terdepan dalam perekonomian negara. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Para nelayan masih menghadapi berbagai tantangan yang seolah tak pernah usai.

Salah satu isu mendasar yang terus menghantui nelayan adalah ketidakpastian harga ikan. Ironisnya, meskipun nelayan menjadi produsen utama hasil laut, mereka justru kerap menjadi korban dari fluktuasi harga yang tidak menentu. Ini bukan hanya merugikan mereka secara ekonomi, tetapi juga menambah beban psikologis, terutama ketika mereka harus memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

Selain itu, kebijakan pemerintah yang sering kali tidak berpihak kepada nelayan juga menjadi salah satu penyebab keterpurukan mereka. Program bantuan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, nyatanya tidak selalu tepat sasaran. Misalnya, distribusi alat tangkap modern yang tidak dibarengi dengan pelatihan memadai, justru sering kali menjadi bumerang bagi nelayan tradisional. Mereka bukan hanya kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru, tetapi juga harus bersaing dengan nelayan-nelayan yang lebih modern dan memiliki modal lebih besar.

Tidak hanya itu, eksploitasi sumber daya laut oleh kapal-kapal besar juga semakin memperburuk situasi. Kapal-kapal ini, yang sebagian besar dimiliki oleh pengusaha besar, sering kali menangkap ikan secara berlebihan, tanpa memperhatikan keberlanjutan ekosistem laut. Akibatnya, nelayan kecil semakin kesulitan mendapatkan hasil tangkapan yang memadai, sementara kekayaan laut Indonesia semakin terkuras.

Selain masalah ekonomi dan kebijakan, nelayan Indonesia juga harus berhadapan dengan perubahan iklim yang semakin ekstrem. Perubahan pola cuaca, meningkatnya suhu laut, dan naiknya permukaan air laut, semuanya berdampak langsung pada aktivitas penangkapan ikan. Ikan-ikan yang dulunya mudah ditemukan di perairan dangkal, kini harus dicari di perairan yang lebih dalam dan lebih jauh dari pantai. Hal ini tentu saja menambah risiko bagi para nelayan, baik dari segi keselamatan maupun biaya operasional.

Pemerintah, dalam hal ini, seharusnya lebih proaktif dalam melindungi dan memberdayakan nelayan. Kebijakan yang diambil harus berpihak pada nelayan kecil, bukan pada pemilik modal besar. Reformasi dalam sektor perikanan sangat diperlukan, termasuk dalam hal pengelolaan sumber daya laut yang lebih berkelanjutan, serta peningkatan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi para nelayan.

Nelayan adalah pahlawan maritim Indonesia. Tanpa mereka, pasokan ikan dan hasil laut lainnya akan terganggu, yang pada akhirnya akan berdampak pada ketahanan pangan nasional. Sudah saatnya pemerintah melihat sektor perikanan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional, bukan hanya sebagai sektor marjinal yang bisa diabaikan.

Pada akhirnya, jika kita ingin mewujudkan kemerdekaan yang sejati bagi seluruh rakyat Indonesia, maka kita harus memastikan bahwa para nelayan kita benar-benar merdeka dalam arti yang sesungguhnya—merdeka dari kemiskinan, merdeka dari ketidakadilan, dan merdeka dari eksploitasi. Kemerdekaan Indonesia tidak akan lengkap tanpa adanya kesejahteraan, termasuk bagi mereka yang telah berjuang di garis depan lautan kita.

Jika kita ingin melihat Indonesia benar-benar maju dan sejahtera, maka nasib nelayan harus menjadi prioritas. Hanya dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa kemerdekaan yang telah diraih 79 tahun lalu tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menjadi realitas bagi setiap warga negara, termasuk para nelayan.

Kahar S. Cahyono, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Perkapalan dan Jasa Maritim (SPPJM)